Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Oesman Sapta Sebut Protes soal Perpres TKA Mengada-ada

Kompas.com - 02/05/2018, 18:58 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang menyoroti banyak pihak yang menjadikan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing sebagai polemik di publik.

"Banyak yang mengada-ada soal ini ya (Perpres 20/2018), banyak yang mengada- ada," ujar Oesman saat dijumpai di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Rabu (2/5/2018).

Namun, bagi Oesman yang juga menjabat sebagai Ketua DPD RI ini melihat polemik Perpres TKA ini adalah bagian kehidupan berpolitik di negara demokrasi.

"Walaupun sudah berulang-ulang kali aparat terkait menjelaskan sesuai bidang masing-masing, tetap saja (jadi polemik). Ya itulah namanya politik. Politik demokrasi ya seperti ini," ujar Oesman.

Baca juga : Prabowo: Kalau Buka Pintu untuk TKA, Rakyat Kita Kerja Apa?

Ia menekankan, yang terpenting dinamika polemik itu tidak mengarah ke fitnah dan kabar bohong. Ia justru berharap dinamika polemik Perpres 20/2018 itu mengarah ke perbaikan pengelolaan tenaga kerja asing di Indonesia.

Oesman sekaligus mengingatkan seluruh pihak supaya mengedepankan politik santun.

"Santun bukan berarti enggak bisa mengoreksi ya. Dengan kesantunan dalam mengoreksi, orang mungkin yang tidak terpengaruh pun justru bisa menjadi terpengaruh, karena apa? Karena santun," ujar Oesman.

Penandatanganan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing ( TKA) oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu telah menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat.

Baca juga : Menaker Tegaskan Perpres 20/2018 Bukan Karpet Merah untuk TKA

Pihak yang pro menganggap perpres tersebut bakal memberikan investasi lebih banyak dari luar negeri ke dalam negeri. Namun, pihak yang kontra justru merasa perpres itu bakal menyebabkan arus kedatangan pekerja asing ke dalam negeri semakin deras.

Penjelasan pihak istana

Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko meminta publik memahami Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing secara menyeluruh dan tidak setengah-setengah.

"Masyarakat sebaiknya memahami secara utuh Perpres ini. Jangan sepotong-potong," ujar Moeldoko melalui siaran pers resminya, Selasa (1/5/2018).

Moeldoko menegaskan Perpres ini dikeluarkan justru untuk melindungi tenaga kerja Indonesia, bukan malah untuk membuka selebar-lebarnya arus tenaga kerja asing ke Indonesia.

Baca juga : May Day, 150.000 Buruh Demo di Istana Tuntut Harga Beras Turun hingga Pencabutan Perpres TKA

Perpres 20/2018, lanjut Moeldoko, lebih bertujuan mengatur penyederhanaan proses perizinan dan percepatan pelayanan dalam penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia.

Namun, hal itu diimbangi pula dengan sejumlah pasal persyaratan. Tujuannya, untuk memprioritaskan penggunaan tenaga kerja Indonesia dan kepastian alih teknologi dan keahlian dari tenaga kerja asing ke tenaga kerja lokal.

Bahkan, Moeldoko menegaskan Perpres 20/2018 mempertegas sanksi atas praktik penyalahgunaan tenaga kerja asing di lapangan.

"Di dalam Perpres yang lama, justru tidak ada kejelasan sanksi atas pelanggaran yang semacam itu," kata Moeldoko.

Mantan Panglima TNI itu sekaligus meminta publik, tak perlu membawa isu Perpres tersebut ke ranah politik. Apalagi jika tujuannya hanya untuk mendiskreditkan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Pemerintah pun terus melakukan sosialisasi dan pelurusan informasi terkait Perpres ini sehingga Moeldoko berpendapat Perpres itu tidak perlu dibawa ke ranah Pansus DPR RI atau uji materi di MA.

Kompas TV Perwakilan buruh ditemui kepala staf kepresidenan, Moeldoko dan menteri ketenaga kerjaan, Hanif Dhakiri.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com