JAKARTA, KOMPAS.com - Memperingati Hari Pendidikan Nasional 2018, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan sejumlah catatannya terkait dunia pendidikan di Indonesia.
Komisioner KPAI bidang pendidikan Retno Listyarti mengungkapkan data KPAI dalam tri semester pertama tahun 2018. Mayoritas pengaduan yang masuk ke KPAI didominasi kasus kekerasan fisik dan anak sebagai korban kebijakan sebanyak 72 persen.
Selanjutnya laporan kasus kekerasan psikis 9 persen, kekerasan finansial atau pemalakan/pemerasan 4 persen, dan kekerasan seksual 2 persen.
"Kasus kekerasan seksual oknum guru terhadap peserta didik, pengawasan langsung KPAI mencapai 13 persen," kata Retno dalam keterangan tertulisnya, Rabu (2/5/2018).
Menurut Retno, umumnya kasus kekerasan seksual lebih banyak dilaporkan ke kepolisian dibandingkan ke lembaganya.
"Kalaupun dilaporkan ke KPAI biasanya kami akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah, khususnya dinas pendidikan agar oknum guru pelaku dinonaktifkan dari tugasnya mengajar," ujar Retno.
Baca juga: KPAI Nilai Sekolah Belum Jadi Tempat Aman bagi Anak
Retno menilai, terungkapnya berbagai kasus kekerasan seksual yang dilakukan oknum guru terhadap anak didiknya awal tahun ini menunjukkan bahwa sekolah belum menjadi tempat yang aman bagi anak didik.
"Ternyata sekolah justru bisa menjadi tempat yang membahayakan anak-anak. Guru sebagai pendidik yang mestinya menjadi pelindung bagi anak, justru bisa menjadi oknum yang membahayakan anak-anak," kata dia.
Retno juga menerangkan, ada perubahan tren korban kekerasan seksual. Jika sebelumnya mayoritas korban kebanyakan adalah anak perempuan, tetapi data terakhir awal tahun ini menunjukkan justru korban mayoritas anak laki-laki.
Misalnya kasus kekerasan seksual oknum guru di Kabupaten Tangerang, korbannya mencapai 41 siswa, kasus di Jombang korbannya mencapai 25 siswi.
Kemudian, kasus di Jakarta korbannya 16 siswa, kasus di Cimahi korbannya 7 siswi, dan kasus oknum wali kelas SD di Surabaya korbannya mencapai 65 siswa.
"Korban mayoritas berusia SD dan SMP," kata Retno.
Adapun, kata Retno, modus oknum guru pelaku kekerasan seksual beragam. Misalnya, korban dibujuk rayu dengan iming-iming memberikan kesaktian seperti ilmu kebal dan ilmu menarik perhatian lawan jenis (semar mesem).
Lalu, ada juga pelaku yang berdalih melakukan pengobatan dan ruqyah, hingga modus meminta anak didik membantu mengkoreksi tugas, memasukan nilai ke buku nilai dan lainnya.
"Bahkan berdalih memberikan sanksi tetapi dengan melakukan pencabulan," kata Retno.