JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman Republik Indonesia menemukan banyak tenaga kerja asing (TKA) yang bekerja sebagai buruh kasar hingga sopir.
Temuan ini berdasarkan investigasi yang dilakukan pada bulan Juni-Desember 2017 di 7 provinsi yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Sulawesi Tenggara, Papua Barat, Sumatera Utara dan Kepulauan Riau.
"Buruh kasar sebetulnya ada di mana-mana," kata Komisioner Ombudsman Laode Ida dalam jumpa pers di Kantor Ombudsman, Jakarta, Kamis (26/4/2018).
Laode mengatakan, sudah menjadi standar di setiap proyek bahwa penggunaan topi berwarna kuning adalah untuk kuli atau buruh kasar.
Baca juga : Menaker Sebut Isu Tenaga Kerja Asing Sudah Hangat Sejak Pilkada DKI
Penggunaan topi merah digunakan supervisor. Sementara, manajer menggunakan topi hijau.
Kenyataannya, tim Ombudsman banyak menemukan TKA yang menggunakan topi kuning, alias buruh kasar.
"Umumnya di lapangan harusnya kan untuk TKA paling banyak topi hijau dan merah, tapi 90 persen lebih topi kuning," kata dia.
Tak hanya itu, Ombudsman juga menemukan ada TKA yang dipekerjakan sebagai sopir. Hal ini ditemukan di Morowali.
"Di Morowali sekitar 200 sopir angkutan barang adalah TKA. Itu yang terjadi. Masa orang kita jadi sopir saja enggak bisa," kata dia.
Baca juga : Fadli Zon Bantah Menggoreng Isu Tenaga Kerja Asing di Indonesia
Laode mengatakan, banyak ditemukan pekerja kasar hingga supir di lapangan ini tidak sesuai dengan data dari pemerintah. Sebab, pemerintah selama ini mengklaim TKA yang bekerja di Indonesia bukan lah pekerja kasar.
Laode sudah menyampaikan hasil temuan ombudsman ini kepada lembaga terkait, yakni Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Tenaga Kerja, Kepolisan, hingga Badan Kerjasama dan Penanaman Modal.
Menurut Laode, lembaga-lembaga terkait tersebut akan segera menindaklanjuti temuan ombudsman. Perwakilan setiap lembaga juga hadir dalam jumpa pers bersama Laode.