JAKARTA, KOMPAS.com - DPR mewacanakan membentuk panitia khusus terkait dengan tenaga kerja asing (TKA). Namun wacana itu dinilai tak perlu oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.
"Saya kira tak perlu. Tidak ada hal-hal yang prinsip yang perlu diubah," ujarnya di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (24/4/2018).
Menurut Kalla, terbitnya Peraturan Presiden Nomor 20 tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing tak mengubah prinsip kebijakan pemerintah dengan membebaskan begitu saja TKA masuk.
(Baca juga: Pimpinan Komisi IX DPR Dukung Pansus Tenaga Kerja Asing)
Wapres mengatakan bahwa Perpres itu hanya mengubah prosedur saja. Misalnya, pemberian visa untuk TKA.
Dulu setiap 6 bulan, TKA harus mengganti visanya. Namun, dengan aturan baru ini, visa bisa berlaku sesuai masa kerja.
"Kalau sekarang kontraknya dua tahun ya visanya dua tahun, kalau keluar setiap keluar negeri harus memperbaharui visa. Itu sangat membosankan, biayanya itu mahal," kata dia.
"Kemudian kalau dulu pemegang saham mau rapat minta visa, sekarang tidak. Jadi hanya meringankan yang dulu memberatkan. Yang lainnya sama saja," sambung Kalla.
(Baca juga: Istana: DPR Tak Perlu Bentuk Pansus Tenaga Kerja Asing)
Sebelumnya, wacana membentuk Pansus Angket TKA disuarakan oleh Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu menilai, Perpres 20/2018 tentang TKA membuat masyarakat Indonesia semakin sulit mendapatkan pekerjaan.
"Jadi, bila perlu nanti kita usulkan untuk dibentuk pansus mengenai tenaga kerja asing, agar lebih punya taring. Bahaya sekali jika pemerintahan ini berjalan tanpa kontrol memadai," kata Fadli dalam keterangan tertulisnya, Jumat (19/4/2018).
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mendukung rencana tersebut. Menurut dia, DPR juga perlu membentuk pansus angket untuk menyelidiki dugaan banyaknya TKA ilegal yang bekerja di berbagai daerah di Indonesia.