Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

FPTOI: Selama Ini Tak Ada Regulasi yang Jamin Keamanan Pengguna Ojek Online

Kompas.com - 23/04/2018, 19:59 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perwakilan dari Forum Peduli Transportasi Online Indonesia (FPTOI) Azas Tigor Nainggolan mengatakan, desakan terhadap pemerintah untuk menetapkan regulasi atas keberadaan ojek online bukan semata untuk memenuhi hak para pengemudi, melainkan juga hak konsumen atas keamanan.

Menurut Tigor, melalui peraturan tentang ojek online, maka pemerintah juga mengatur soal jaminan keamanan konsumen atas layanan transportasi yang nyaman dan aman.

"Peraturan ini juga termasuk akan mengatur soal jaminan keamanan konsumen," ujar Tigor saat ditemui usai audiensi pengemudi ojek online dengan Komisi V DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/4/2018).

(Baca juga: Tanpa Regulasi, Aplikator Dapat Bertindak Semaunya terhadap Pengemudi Ojek Online)

Tigor menjelaskan, sesuai peraturan, pemerintah wajib menyediakan layanan transportasi umum yang nyaman, aman dan terjangkau kepada masyarakat.

Hal tersebut secara jelas diatur dalam pasal 138 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).

Ketentuan tersebut, nantinya wajib diterjemahkan secara lebih jelas dalam peraturan terkait keberadaan ojek online.

"Nah itu yang harusnya nanti diterjemahkan dalam regulasi," tuturnya.

Selama ini, lanjut Tigor, konsumen atau pengguna ojek online tidak terlindungi haknya, sebab tidak ada payung hukum yang mengatur hal tersebut.

Ia mencontohkan kasus pembunuhan atau perampokan yang pernah dialami oleh penumpang ojek online.

(Baca juga: Demo Ojek Online Bubar, Pasukan Oranye Datang Bersihkan Sampah)

 

Dalam kasus tersebut, kata Tigor, hanya pengemudi yang dikenakan tanggung jawab. Sementara pihak aplikator atau penyedia jasa aplikasi tidak memiliki kewajiban untuk bertanggungjawab.

"Seperti waktu kemarin ada pembunuhan penumpang, perampokan, aplikatornya tidak mau bertanggungjawab," ungkapnya.

"Kemarin di Harmoni, ada ojek online ditabrak putus kakinya, aplikatornya boro-boro bantuin, nengok aja enggak. Nah ini kan yang harus diatur, ada payung hukumnya," kata Tigor.

Diberitakan, dalam audiensi dengan pimpinan Komisi V DPR RI di ruang rapat komisi, pengunjuk rasa ojek online bersama FPTOI menyampaikan tiga tuntutan terkait regulasi atas keberadaan kendaraan roda dua sebagai alat transportasi online.

Pertama, meminta Komisi V DPR agar mendesak Presiden joko Widodo membuat regulasi sebagai payung hukum bagi ojek online.

(Baca juga: Ketua Komisi V Temui Pendemo, Ini Kesepakatan Ojek Online dengan DPR)

Kedua, meminta DPR dan pemerintah merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).

Revisi tersebut bertujuan untuk mengatur standar pelayanan minimum (SPM) transportasi online yang belum diatur dalam UU LLAJ.

Sementara, kendaraan roda dua sebagai salah satu moda transportasi umum baik yang konvensional maupun dengan aplikasi berbasis teknologi informasi tidak diatur dalam UU LLAJ.

Kemudian, ketiga, pengemudi ojek online juga meminta pemerintah menetapkan tarif bawah sebesar Rp 3.200,00.

Kompas TV Pengemudi ojek online di berbagai daerah berunjuk rasa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com