Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pernah Jadi Pasien Dokter Terawan, Ini Kata Wakil Ketua DPR soal "Cuci Otak"

Kompas.com - 06/04/2018, 12:04 WIB
Kristian Erdianto,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto angkat bicara soal polemik Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Mayjen TNI dokter Terawan Agus Putranto.

Terawan merupakan dokter yang mengenalkan metode "cuci otak" untuk mengatasi penyakit stroke.

Metode yang ditemukan dokter Terawan dinilai belum terbukti secara klinis dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memberikan sanksi pemberhentian sementara dari organisasi profesi dokter itu.

Baca juga : Cerita Prabowo Subianto yang Pernah Jadi Pasien Cuci Otak Dokter Terawan

Agus menilai, inovasi dokter Terawan memberikan manfaat bagi banyak orang, khususnya penderita stroke.

"Kita ketahui dokter Terawan ini seorang dokter yang berjasa sehingga memberikan DSA (Digital Substracion Angiography) yang di sini dapat menolong pasien supaya terhindar dari stroke," ujar Agus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (6/4/2018).

Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Mayjen TNI dokter Terawan Agus Putranto enggan menanggapi  perihal keputusan  pemberhentian sementara dari keanggotan IDI yang dikeluarkan oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Persatuan Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) terhadap dirinya, Rabu (4/4/2018).KOMPAS.com/DAVID OLIVER PURBA Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Mayjen TNI dokter Terawan Agus Putranto enggan menanggapi perihal keputusan pemberhentian sementara dari keanggotan IDI yang dikeluarkan oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Persatuan Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) terhadap dirinya, Rabu (4/4/2018).

Menurut Agus, seharusnya IDI memberikan penghargaan atas upaya dokter Terawan.

Sebab, metode Digital Substracion Angiography (DSA) tak hanya diakui di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri.

"Rasanya kita sebagai bangsa Indonesia apabila ada masyarakat yang punya prestasi gemilang, diakui bukan hanya di Indonesia, di luar negeri pun juga sudah banyak yang mengakui, tentunya ini harusnya diberikan penghargaan dan diberikan hal yang terbaik, bukannya hambatan," kata Agus.

Ia sendiri mengaku pernah menjadi pasien dokter Terawan. Agus mengungkapkan, metode "cuci otak" memberikan efek yang positif terhadap dirinya.

Baca juga : IDI Akan Koordinasi dengan KSAD soal Dugaan Pelanggaran Kode Etik Dokter Terawan

"Saya pun pernah menjadi pasiennya dokter Terawan dan hasilnya cukup bagus, cukup menggembirakan," ujar dia.

Sebelumnya, Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prijo Sidipratomo mengungkapkan, pemberhentian sementara dilakukan karena Terawan dianggap melakukan pelanggaran kode etik kedokteran.

"Pelanggaran kode etik itu yang pasti kami tidak boleh mengiklankan, tidak boleh memuji diri, itu bagian yang ada di peraturan etik. Juga tidak boleh bertentangan dengan sumpah doker," ujar Prijo dalam wawancara yang ditayangkanKompas TV, Selasa (3/4/2018).

Dalam surat IDI yang beredar, pemecatan sementara terhadap Terawan sebagai anggota IDI berlaku selama 12 bulan, yaitu 26 Februari 2018-25 Februari 2019.

Selain diberhentikan sementara, rekomendasi izin praktik Terawan juga dicabut.

Baca juga : IDI: Kami Berikan Ruang kepada Dokter Terawan untuk Pembelaan Diri

Terawan selama ini diketahui sebagai orang yang mengenalkan metode "cuci otak" untuk mengatasi penyakit stroke.

Halaman:


Terkini Lainnya

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com