Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfud Nilai Larangan Eks Napi Korupsi Jadi Caleg Sebaiknya Diatur UU

Kompas.com - 05/04/2018, 08:04 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Mahfud MD sepakat jika ada peraturan yang melarang mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif.

Namun, menurut Mahfud, semestinya bukan Komisi Pemilihan Umum yang mengeluarkan aturan itu dalam Peraturan KPU. 

"Membolehkan orang ikut dan melarang orang ikut, itu wewenang undang-undang, bukan PKPU," ujar Mahfud di kompleks PTIK, Jakarta, Rabu (4/4/2018).

Sebab, kata Mahfud, larangan tersebut berkaitan dengan hak asasi seseorang dalam berpolitik. Sementara, urusan pengurangan hak asasi manusia itu merupakan wewenang lembaga legislatif.

(Baca juga: KPU Harap DPR-Pemerintah Dukung Larangan Eks Napi Korupsi Jadi Caleg)

Menurut dia, lebih baik KPU menyampaikan gagasan itu ke presiden dan DPR agar dijadikan undang-undang saja.

"Itu substansinya bagus. Undang-undangnya perlu dibuat," kata Mahfud, yang juga mantan ketua Mahkamah Konstitusi.

Seperti diketahui, KPU RI akan mengatur larangan mengenai mantan narapidana kasus korupsi untuk ikut dalam Pemilu Legislatif (Pileg) 2019.

Komisioner KPU RI Hasyim Asyari mengatakan, pelarangan itu akan dituangkan dalam PKPU tentang Pencalonan Pileg mendatang untuk kali pertama.

"Sebenarnya di undang-undang tidak ada, mantan narapidana kasus korupsi dilarang nyaleg, di PKPU Pencalonan mau kami masukkan," kata Hasyim.

(Baca juga: KPK Dukung KPU soal Larangan Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg)

Menurut Hasyim, mantan narapidana kasus korupsi tidak layak menduduk jabatan publik. Alasannya, karena telah berkhianat terhadap jabatan sebelumnya. 

Selain itu, semua calon anggota legislatif yang ikut Pemilu Legislatif 2019 juga menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN).

Kewajiban itu akan diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan Pileg mendatang untuk kali pertama. LHKPN tersebut nantinya diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Nantinya lembaga anti-rasuah akan memberikan bukti bahwa caleg tersebut telah menyerahkan LHKPN. Bukti tersebut harus diserahkan kepada KPU, sebagai salah satu dokumen yang harus disertakan ketika pendaftaran calon.

Kompas TV Aturan Komisi Pemilihan Umum mengharuskan presiden petahana mengambil cuti saat kampanye.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com