DEPOK, KOMPAS.com - Direktur Utama First Travel Andika Surachman dan Direktur First Travel Anniesa Hasibuan diketahui melakukan sejumlah perjalanan ke sejumlah negara, seperti Jepang, Amerika Serikat, Selandia Baru, Singapura, dan Islandia.
Hal tersebut terungkap saat jaksa penuntut umum, Heri Herman, mengonfirmasi keterangan Corporate Secretary First Travel Regiana Azachira dalam sidang lanjutan dugaan penipuan dan penggelapan serta pencucian uang oleh biro perjalanan umrah First Travel yang digelar di Pengadilan Negeri Depok, Rabu (21/3/2018).
"Pertanyaan saya, apakah keterangan ini benar?" tanya Jaksa Heri.
"Betul, Pak," jawab Regiana.
Menurut Regiana, selain bertugas sebagai sekretaris perusahaan, dirinya kerapkali mengurus segala keperluan akomodasi bagi Andika dan Anniesa. Keperluan itu di antaranya, dari pemesanan tiket pesawat hingga pemesanan hotel di destinasi tujuan.
(Baca juga: First Travel Keluarkan Uang untuk World Fashion Week dan Butik Anniesa)
Dalam kesaksiannya, Regiana bekerja berdasarkan perintah dari Andika atau Anniesa untuk melakukan berbagai pemesanan akomodasi kunjungan ke luar negeri.
"Saya hanya booking-kan ke maskapainya. Kalau hotel kebanyakan kami (pesan) via online supaya lebih murah. Jadi saya booking online dan issued tiket saja," ujarnya.
Nantinya, bukti pemesanan tiket dan hotel akan diserahkan kepada Andika dan Anniesa menjelang keberangkatan ke luar negeri. Namun demikian, Regiana menjelaskan bahwa biaya tersebut dibayar oleh Andika sendiri.
Jaksa penuntut umum mendakwa Direktur Utama First Travel Andika Surachman, Direktur First Travel Anniesa Hasibuan, Komisaris Utama Kepala Divisi Keuangan First Travel Siti Nuraidah Hasibuan alias Kiki melakukan penipuan atau penggelapan dana perjalanan umrah 63.310 calon jemaah yang hendak menggunakan jasa biro perjalanan mereka.
Ketiga orang itu dianggap menggunakan dana calon jemaah sebesar Rp 905 miliar.
First Travel menawarkan paket promo umrah murah seharga Rp 14,3 juta. Mereka menjanjikan calon jemaah akan diberangkatkan satu tahun setelah pembayaran dilunasi.
Pada kenyataannya, hingga dua tahun berlalu, para korban tak kunjung diberangkatkan.