JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menegaskan bahwa pihaknya bersama Kementerian Luar Negeri dan BNP2TKI akan terus berupaya untuk melindungi seluruh tenaga kerja Indonesia (TKI) yang terancam hukuman mati, khususnya yang ada di Arab Saudi.
Hal itu ia ungkapkan dalam merespons eksekusi mati TKI asal Bangkalan, Madura, Zaini Misrin, oleh Pemerintah Arab Saudi pada Minggu (18/3/2018) lalu.
"Pada prinsipnya pemerintah akan terus melakukan langkah-langkah yang terbaik diperlukan untuk membantu membebaskan atau meringankan hukuman mereka," ujar Hanif saat ditemui seusai rapat dengan Komisi IX di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/3/2018).
Hanif pun memaparkan data yang ia peroleh dari Kementerian Luar Negeri. Ia mengungkapkan bahwa pada periode 2011-2018 terdapat 102 TKI divonis hukuman mati.
Baca juga : Kisah TKI yang Dieksekusi Mati Kumpulkan Uang di Dalam Penjara
Dari 102 kasus, Pemerintah Indonesia telah berhasil membebaskan 79 TKI dari hukuman mati.
Sementara itu, kata Hanif, saat ini tercatat ada tiga orang yang sudah dieksekusi dan 20 orang berstatus terpidana mati.
"Jadi untuk kasus di Saudi itu total kasusnya ada 102, yang sudah diusahakan oleh pemerintah untuk pembebasan, yang bebas itu ada 79. Yang sudah dieksekusi ada tiga kemudian yang sekarang masih proses atau masih ditahan itu ada 20," kata Hanif.
Jika bertolak pada kasus Zaini Misrin, lanjut Hanif, pemerintah telah berupaya maksimal dalam memberikan perlindungan.
Baca juga : Migrant Care: Arab Saudi Sudah Eksekusi Mati 5 TKI Tanpa Pemberitahuan
Sejak 2004, pemerintah telah memberikan advokasi, pendampingan hukum, langkah diplomatik, non-diplomatik dan multi-track.
Di sisi lain, Presiden Joko Widodo dalam tiga kali pertemuan dengan Raja Arab Saudi telah membicarakan soal TKI yang divonis hukuman mati.
"Upaya yang dilakukan oleh pemerintah itu sudah extraordinary. Jadi mulai dari langkah advokasi, pendampingan hukum, dengan menggunakan semua jalur itu sudah dilakukan sejak tahun 2008 sampai dengan 2018 ini," tuturnya.
"Nota diplomatik kita itu bisa 40-an kali. Keluarga juga sudah dibawa ke sana, kemudian jalur-jalur kultural untuk minta permaafan dari ahli waris, lewat lembaga pemaafan di sana, semuanya sudah dilakukan," kata Hanif.