Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belum Ada Terjemahan Resmi KUHP, Presiden Jokowi Disomasi

Kompas.com - 11/03/2018, 12:50 WIB
Yoga Sukmana,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bersama Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dan LBH Masyarakat, mensomasi Presiden Joko Widodo, Minggu (11/3/2018).

Ketua Umum YLBHI Asfinawati mengatakan, somasi yang dilakukan oleh ketiga lembaga swadaya masyarakat itu dilakukan lantaran hingga saat ini pemerintah belum menetapkan terjemahan resmi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

"Sampai saat ini tidak ada teks resmi terjemahan Wethoek van Strafrecht (WvS) atau KUHP yang dikeluarkan negara," ujar Asfinawati dalam konferensi pers di Kantor YLBHI, Jakarta.

(Baca juga : Kronik KUHP: Seabad di Bawah Bayang Hukum Kolonial)

Menurut dia, terjemahan KUHP yang ada saat ini merupakan terjemahan tidak resmi. Hal itu dilakukan oleh para pakar hukum pidana seperti Andi Hamzah, Mulyanto, Sunarto Surodibroto dan R Susilo.

Perwakilan LBH Masyarakat Muhammad Afif AQ mengatakan, setiap perundangan-undangan wajib ditulis dengan bahasa Indonesia sesuai dengan amanat UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Long Negara serta Lagu Kebangsaan.

Meski sudah 73 tahun merdeka, WvS yang berlaku masih dalam bahasa Belanda. Bahkan, UU Nomor 1 Tahun 1946 yang mengubah beberapa ketentuan WvS juga masih menggunakan bahasa Belanda.

(Baca juga : DPR Perpanjang Pembahasan Rancangan KUHP)

Peneliti dari Institute For Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara Suwahju menilai, penerjemahan KUHP sangat mendesak karena menciptakan ketidakpastian hukum. Tak jarang pula, terjadi perdebatan tafsir atas beberapa terjemahan tidak resmi KUHP.

Bahkan, tutur dia, akibat belum ada terjemahan resmi KUHP, hakim Mahkamah Konstitusi kerap bertanya terjemahan KUHP mana yang dipakai oleh pemohon yang mengajukan gugatan perkara.

Padahal, bahasa di dalam dunia hukum adalah yang utama. Sehingga, hakim, jaksa, hingga advokat tidak hanya sekadar membaca pasal, namun juga memahaminya.

Ketiga LSM tersebut mendesak agar pemerintah segara memenuhi tuntutan menerapkan terjemahan resmi KUHP dalam tempo 7 x 24 jam setelah somasi dilayangkan.

Bila tidak, LYBHI, ICJR dan LBH Masyarakat mengancam akan menempuh upaya hukum sebagaimana diatur dalam perundang-undangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com