Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa Agung: Demi Menang Pilkada, Segala Cara Cenderung Dihalalkan

Kompas.com - 06/03/2018, 13:44 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan perlu adanya upaya bersama Polri, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menangani pelanggaran pidana selama proses Pemilihan Kepala Daerah serentak 2018 berjalan.

Kerja sama tiga lembaga itu perlu karena pelanggaran hukum menjelang Pilkada cenderung semakin besar karena para pasangan calon maupun tim sukses berlomba-lomba menarik perhatian masyarakat, apapun caranya. 

"Mereka cenderung menghalalkan segala cara, mulai menyalahgunakan kekuasaan, mengumbar janji, dan menggunakan uang agar dapat dukungan," ukar Prasetyo dalam Rakornis Polri di Hotel Mercure Ancol, Jakarta, Selasa (6/3/2018).

Strategi seperti itu, kata Prasetyo, hanya akan menciderai praktik demokrasi. Di samping itu, politik uang yang hampir selalu dilakukan saat Pilkada berpotensi menimbulkan korupsi di kemudian hari.

Baca juga : Mahalnya Ongkos Politik...

Prasetyo mengatakan, yang selama ini terjadi, Pilkada menjadi ajang elite politik di tingkat daerah maupun nasional untuk unjuk kekuatan.

"Pilkada tidak hanya sebagai arena kontestasi demokrasi, melainkan dianggap momen meraih gengsi dan mengejar syahwat memperoleh kekuasaan," kata Prasetyo.

Prasetyo mengatakan, pemilihan umum digambarkan sebagai prosesi yang sangat mahal. Kemudian, timbul anggapan bahwa hanya calon kepala daerah yang sumber keuangannya kuat yang mampu memenangkan kontestasi tersebut. Hal tersebut akhirnya memicu calon kepala daerah untuk mencari berbagai cara demi memenuhi kebutuhan finansial.

Potensi korupsi terbesar dilakukan oleh calon petahana. Prasetyo mengatakan, mereka bisa dengan mudah menyalahgunakan kekuasaan dan menyelewengkan anggaran daerah.

Baca juga : Petahana Maju Pilkada, Ratusan Daerah Dinilai Rawan Korupsi

"Hal ini didorong keinginan kuat untuk mempertahankan dan meraih kembali kekuasaan yang selama ini dipegangnya," kata Prasetyo.

Modus tersebut akan membuat pilkada hanya melahirkan pejabat publik yang bermental koruptif. Hal ini juga akan berdampak pada kualitas pemerintahan ke depan, di mana rentan melakukan penyelewengan, penyalahgunaan wewenang, dan merugikan keuangan negara.

Di samping potensi korupsi, isu-isu provokatif juga kerap dijadikan senjata oleh pasangan calon maupun tim sukses saat pemilu atau pilkada. Termasuk membawa-bawa isu suku, agama, ras, dan antargolongan serta pemberitaan hoaks.

"Hanya dengan maksud menjatuhkan lawan politik. Hal semcam ini tanggung jawab kita, harus mampu mencegah, menanggulangi, dan menanganinya," kata Prasetyo.

Kompas TV Sidang e-KTP berusaha membuktikan aliran dana kepada Setnov melalui skema barter di tempat penukaran uang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Nasional
Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com