JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 76 guru besar dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta meminta Ketua Mahakamah Konstitusi Arief Hidayat segera mundur dari jabatannya. Para guru besar menilai Arief Hidayat tak pantas disebut negarawan.
Pernyataan itu disampaikan para guru besar melalui surat yang dikirim kepada Arief Hidayat dan delapan hakim konstitusi lainnya, Selasa (20/2/2018). Surat tersebut disampaikan secara langsung kepada bagian penerimaan surat di Gedung MK Jakarta.
"Kami ingin menyampaikan pandangan bahwa seorang hakim MK yang terbukti melanggar etik, maka dia tidak punya kualitas sebagai negarawan," demikian bunyi surat yang ditulis para guru besar kepada sembilan hakim MK.
Dalam surat itu, para guru besar menjelaskan bahwa negarawan yang sejati adalah orang yang tidak akan mempertahankan posisinya sebagai hakim konstitusi, setelah dijatuhi sanksi atas pelanggaran etika.
(Baca juga: "Baru Kali Ini dalam Sejarah, MK Mengomentari Putusannya Sendiri")
Menurut para guru besar, negarawan sesungguhnya bukan hanya tidak akan melanggar hukum, tetapi akan sangat menjaga etika pribadi.
"Negarawan tanpa etika, tidak layak menjadi hakim, apalagi sebagai ketua Mahkamah Konstitusi," ujar para guru besar.
Untuk itu, untuk menjaga martabat serta kredibilitas MK, para guru besar meminta Arief Hidayat untuk mundur dari jabatan ketua dan hakim Mahkamah Konstitusi.
Saat ini, Ketua MK Arief Hidayat telah dua kali terbukti melakukan pelanggaran kode etik. Pada 2016, Arief Hidayat pernah mendapatkan sanksi etik berupa teguran lisan dari Dewan Etik MK.
Pemberian sanksi dilakukan lantaran Arief dianggap melanggar etika dengan membuat surat titipan atau katebelece kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan Widyo Pramono untuk "membina" seorang kerabatnya.
Untuk kali kedua, Dewan Etik MK menyatakan Arief terbukti melakukan pelanggaran ringan.
Arief dilaporkan telah melakukan pelanggaran kode etik sebelum proses uji kelayakan dan kepatutan terkait pencalonannya kembali sebagai hakim konstitusi di DPR, Rabu (6/12/2017).
Atas putusan tersebut, Dewan Etik MK menjatuhkan sanksi berupa teguran lisan kepada Arief.
Dalam pemeriksaan oleh Dewan Etik, Arief terbukti melanggar kode etik karena bertemu dengan sejumlah pimpinan Komisi III DPR di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta.