Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/02/2018, 09:26 WIB
Kristian Erdianto,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengkritik penjelasan Mahkamah Konstitusi terkait putusan Nomor 36/PUU-XV/2017 mengenai keabsahan Pansus Hak Angket dalam Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

Menurut Laode, dalam kode etik MK, mengomentari putusan hakim merupakan hal yang tidak boleh dilakukan.

"Baru kali ini dalam sejarah MK dan mungkin sejarah Republik Indonesia putusan hakim harus ada penjelasan resmi kembali setelah putusan dalam bentuk rilis media untuk menjelaskan putusannya," ujar Laode dalam sebuah diskusi di kantor Transparency International Indonesia, Jakarta Selatan, Minggu (18/2/2018).

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M. Syarif dalam diskusi terkait hasil rekomendasi Pansus Hak Angket KPK di kantor Transparency International Indonesia, Jakarta Selatan, Minggu (18/2/2018).KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M. Syarif dalam diskusi terkait hasil rekomendasi Pansus Hak Angket KPK di kantor Transparency International Indonesia, Jakarta Selatan, Minggu (18/2/2018).
"Di dalam kode etik MK, terlarang benar itu, mengomentari putusannya sendiri, tidak boleh. Jadi, ketika mengeluarkan putusan, harus final," ujarnya.

Baca juga: Anggota DPR Tepuk Tangan Saat Putusan MK Disebut oleh Pansus Angket

Laode mencontohkan putusan hakim di ranah pengadilan umum.

Ia mengatakan, jika pihak yang bersengketa tidak puas dengan putusan tersebut, para pihak bisa mengajukan kembali di tingkat banding, kasasi, dan peninjauan kembali (PK).

Namun, hal itu tidak berlaku pada putusan MK yang bersifat final dan mengikat. Selain itu, kata Laode, MK tak perlu menjelaskan kembali isi dari putusannya itu.

"Kalau MK ini, kan, ketika dia memutus harus final dan mengikat," kata Laode.

Putusan soal hak angket

Sebelumnya, pihak MK melalui juru bicaranya menggelar konferensi pers setelah beberapa pihak menganggap putusan MK terkait hak angket DPR terhadap KPK dalam UU MD3 tidak konsisten.

Baca juga: KPK Akan Taati Putusan MK soal Keabsahan Pansus Angket

Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017 itu juga dianggap bertentangan dengan tiga putusan terdahulu, di mana MK menyatakan bahwa KPK bukan lembaga yang ada di lingkup eksekutif.

Putusan terdahulu yang dimaksud antara lain putusan Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006, putusan Nomor 5/PUU-IX/2011, dan putusan Nomor 49/PUU-XI/2013 14 November 2013.

Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan bahwa pada putusan-putusan MK sebelumnya Mahkamah tak pernah menyatakan KPK merupakan lembaga negara yang berada pada ranah kekuasaan tertentu, legislatif, eksekutif, atau yudikatif.

"Penting ditegaskan, baru pada putusan Nomor 36/PUU-XV/2017 inilah, Mahkamah menyatakan pendapat bahwa KPK merupakan lembaga negara yang berada di ranah kekuasaan eksekutif," kata Fajar di Gedung MK, Jakarta, Kamis (15/2/2018).

Menurut Fajar, dalam ketiga putusan sebelumnya, Mahkamah menyatakan, KPK merupakan lembaga negara yang terkait fungsi kekuasaan kehakiman.

Baca juga: Politisi PDI-P Minta KPK Taati Putusan MK soal Hak Angket

"Posisi KPK sebagai lembaga negara yang bukan termasuk dalam ranah kekuasaaan kehakiman, tetapi diberikan tugas, kewenangan, dan fungsi yang berkaitan dengan fungsi kekuasaan kehakiman," kata Fajar.

Oleh karena itu, kata Fajar, tidak ada dasar dan alasan untuk menyebut putusan kali ini bertentangan dengan putusan MK sebelumnya. Justru, putusan terakhir ini melengkapi putusan yang pernah ada.

Bahkan, lanjut dia, putusan MK terakhir justru menguatkan posisi KPK. Pasalnya, hak angket DPR tak bisa dilaksanakan pada wewenang KPK di bidang penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.  

Kompas TV Mahkamah Konstitusi tegaskan putusan MK mengenai hak angket KPK bukan suatu bentuk pelemahan, melainkan penguatan KPK sebagai lembaga eksekutif.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Terkini Lainnya

Usai Sri Mulyani ke Kejagung, KPK Umumkan Sidik Dugaan Korupsi Pemberian Kredit oleh LPEI

Usai Sri Mulyani ke Kejagung, KPK Umumkan Sidik Dugaan Korupsi Pemberian Kredit oleh LPEI

Nasional
KPK Sebut Ketua KPU Mestinya Laporkan Penerimaan Kue Ulang Tahun

KPK Sebut Ketua KPU Mestinya Laporkan Penerimaan Kue Ulang Tahun

Nasional
Pemerintah Akan Berikan Anggaran 'Booster' ke Daerah demi Tekan Angka Stunting

Pemerintah Akan Berikan Anggaran "Booster" ke Daerah demi Tekan Angka Stunting

Nasional
Masih Banyak Warga Belum Masuk DTKS, Risma Minta Masyarakat Lapor lewat Usul Sanggah

Masih Banyak Warga Belum Masuk DTKS, Risma Minta Masyarakat Lapor lewat Usul Sanggah

Nasional
Soal Pembaharuan Perpres RAN PE, BNPT Minta Dukungan Semua Pihak agar Berjalan Lancar

Soal Pembaharuan Perpres RAN PE, BNPT Minta Dukungan Semua Pihak agar Berjalan Lancar

Nasional
KPU Jawa Barat Ungkap Alasannya Baru Rekapitulasi Nasional Sehari Sebelum Penetapan Hasil Pemilu

KPU Jawa Barat Ungkap Alasannya Baru Rekapitulasi Nasional Sehari Sebelum Penetapan Hasil Pemilu

Nasional
Gagal Lolos ke DPR, Menpora Dito: DKI Jakarta I Dapil yang Sangat Berat untuk Golkar

Gagal Lolos ke DPR, Menpora Dito: DKI Jakarta I Dapil yang Sangat Berat untuk Golkar

Nasional
Pemerintah Akan Gelar Penimbangan Serentak untuk Petakan Stunting

Pemerintah Akan Gelar Penimbangan Serentak untuk Petakan Stunting

Nasional
Projo Tak Ingin Buru-buru Bahas Kursi Menteri Pemerintahan ke Depan

Projo Tak Ingin Buru-buru Bahas Kursi Menteri Pemerintahan ke Depan

Nasional
Mendes Abdul Halim Sebut Pertemuan dengan Jokowi Tak Berkaitan dengan Koalisi dan PKB

Mendes Abdul Halim Sebut Pertemuan dengan Jokowi Tak Berkaitan dengan Koalisi dan PKB

Nasional
Bantah Pertemuan Jokowi dan 2 Menteri PKB Terkait Hak Angket, Istana: Tidak Perlu Berspekulasi

Bantah Pertemuan Jokowi dan 2 Menteri PKB Terkait Hak Angket, Istana: Tidak Perlu Berspekulasi

Nasional
Jersey Baru Timnas Indonesia Tuai Dikritik, Menpora Sebut Tak Pakai Uang Negara

Jersey Baru Timnas Indonesia Tuai Dikritik, Menpora Sebut Tak Pakai Uang Negara

Nasional
Momen Risma Menangis Dengar Kisah Ibu 90 Tahun yang Tak Dapat Bansos

Momen Risma Menangis Dengar Kisah Ibu 90 Tahun yang Tak Dapat Bansos

Nasional
Pakar Ungkap Celah Bisa Dimanfaatkan Jokowi Bersaing Jadi Ketum Golkar

Pakar Ungkap Celah Bisa Dimanfaatkan Jokowi Bersaing Jadi Ketum Golkar

Nasional
Isu Jokowi Masuk Bursa Ketum, Konsistensi Golkar Bakal Jadi Taruhan

Isu Jokowi Masuk Bursa Ketum, Konsistensi Golkar Bakal Jadi Taruhan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com