Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dakwaan: Ketua DPRD Jambi Minta "Uang Ketok" ke Eksekutif

Kompas.com - 14/02/2018, 17:35 WIB
Abba Gabrillin,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jambi Cornis Buston disebut sebagai orang yang pertama kali meminta uang suap kepada pihak eksekutif di Pemprov Jambi.

Uang suap itu disebut dengan istilah "uang ketok".

Hal itu dijelaskan dalam surat dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap terdakwa Sekretaris Daerah Provinsi Jambi, Erwan Malik.

Surat dakwaan dibacakan jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jambi, Rabu (14/2/2018).

Awalnya, menurut jaksa, Gubernur Jambi Zumi Zola menyampaikan Nota Pengantar Rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Rancangan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) APBD Tahun Anggaran 2018 kepada DPRD Jambi.

Kemudian, dilakukan rapat-rapat pembahasan antara anggota DPRD Provinsi Jambi dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Provinsi Jambi sejak September 2017 sampai November 2017.

Selanjutnya, untuk memperlancar pembahasan, terdakwa Erwan Malik dan Arfan selaku Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengadakan pertemuan dengan Cornelis di ruang kerja Ketua DPRD.

"Dalam pertemuan itu, Cornelis menyampaikan permintaan 'uang ketok' untuk anggota DPRD Jambi, guna persetujuan Raperda APBD Provinsi Jambi TA 2018 menjadi Perda APBD Provinsi Jambi TA 2018," kata jaksa KPK.

Kemudian, pada Oktober 2017, di ruang kerja Cornelis, diadakan pertemuan antara pimpinan DPRD Provinsi Jambi yang dihadiri Zoerman Manaf, Chumauidi Zaidi dan Syahbandar.

Saat itu, dibahas tentang keinginan anggota DPRD Provinsi Jambi untuk memperoleh sejumlah uang.

Selain itu, dibahas bahwa pimpinan DPRD akan memperoleh proyek-proyek dari Pemerintah Provinsi Jambi dalam rangka persetujuan Raperda APBD Provinsi Jambi TA 2018 menjadi Perda APBD 2018.

Kemudian, masih pada Oktober 2017, dilakukan pertemuan di tempat yang sama. Namun, kali ini dihadiri juga oleh Zainur Arfan, Elhelwi, Sofyan Ali, Syopian dan Muhammadyah.

Dalam pertemuan tersebut dibahas mengenai nilai uang yang akan diberikan oleh pihak Eksekutif kepada anggota DPRD Jambi.

Disepakati, masing-masing anggota DPRD Jambi akan menerima uang sebesar Rp 200 juta.

Kemudian, disepakati juga untuk sementara diberikan uang tanda jadi terlebih dahulu sebesar Rp 50 juta sampai – Rp 100 juta untuk tiap anggota DPRD.

"Sedangkan, untuk pimpinan DPRD tidak diberikan dalam bentuk uang tetapi diberikan dalam bentuk kegiatan proyek di TA 2018 dan fee sebesar 2 persen dari proyek multiyears jalan layang dalam kota Jambi di TA 2018," kata jaksa.

Setelah pertemuan tersebut, Cornelis memanggil Erwan Malik untuk datang ke ruang kerjanya dan menyampaikan mengenai permintaan dari pihak DPRD tersebut.

Erwan Malik didakwa menyuap sejumlah anggota DPRD Jambi. Erwan bersama-sama dua terdakwa lainnya diduga memberikan uang Rp 3,4 miliar kepada beberapa anggota legislatif tersebut.

Menurut jaksa, uang tersebut diberikan agar anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2014-2019 memperlancar pembahasan dan menyetujui Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2018 menjadi Peraturan Daerah (PERDA) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2018.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com