Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemberian Izin Tambang Nikel oleh Gubernur Sultra Dinilai Melanggar Aturan

Kompas.com - 14/02/2018, 15:49 WIB
Abba Gabrillin,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemberian izin pertambangan yang dikeluarkan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam terhadap PT Anugrah Harisma Barakah dinilai melanggar aturan.

Pemberian izin tersebut mengakibatkan kerugian negara Rp 2,7 triliun karena kerusakan alam.

Hal itu dikatakan pengajar Fakultas Kehutanan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Basuki Wasis saat menjadi saksi ahli dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (14/2/2018).

Basuki memberikan keterangan bagi terdakwa Nur Alam.

"Pulau Kabaena termasuk pulau kecil yang tidak untuk pertambangan," ujar Basuki kepada jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Baca juga: Tanggapi Eksepsi, Jaksa KPK Anggap Pengadilan Tipikor Berwenang Adili Nur Alam

Menurut Basuki, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menjelaskan bahwa pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 kilometer persegi.

Adapun, luas Pulau Kabaena yang dijadikan area tambang nikel sebesar 802 kilometer persegi. Dengan demikian, pulau tersebut termasuk pulau kecil.

Menurut Basuki, dalam undang-undang terdapat aturan bahwa pulau-pulau kecil hanya boleh digunakan untuk konservasi, penelitian dan pengembangan, kegiatan parisiwsata. Kemudian perikanan dan peterkanan.

"Tidak ada soal tambang di situ," kata Basuki.

Menurut Basuki, memaksa melakukan pertambangan di pulau kecil justru akan berdampak pada perusakan lingkungan dan ekosistem di pulau tersebut.

"Misalnya, kemampuan menyimpan air sangat kecil, sehingga daya dukung ekosistem kecil. Makanya tidak boleh ada kegiatan yang merusak," kata Basuki.

Baca juga: Gubernur Sultra Nur Alam Juga Didakwa Terima Gratifikasi Rp 40 Miliar

Berdasarkan hasil pemantauan lapangan dan perbandingan data dari penyidik KPK, menurut Basuki, telah terjadi perubahan fisik tanah pada area pertambangan.

Solium atau lapisan tanah yang terbentuk selama jutaan tahun di Pulau Kabaena menjadi hilang dan rusak.

Selain itu, menurut Basuki, ada perubahan hayati. Area yang digunakan untuk tambang nikel tidak ada tanaman sama sekali.

Menurut Basuki, pertambangan juga menyebabkan hilangnya hutan. Tim peneliti tidak menemukan adanya izin pemanfaatan kayu.

Kemudian, biota tanah dan tutupan tanaman tahunan 100 persen hilang. Selain itu, terjadi erosi yang beragam, dengan kedalaman paling besar 40-60 sentimeter.

Kompas TV Sidang lanjutan terdakwa korupsi Gubernur non aktif Sulawesi Tenggara Nur Alam kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com