JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum RI (Bawaslu) Abhan mengatakan, ada kevakuman hukum terkait eksploitasi anak dalam kegiatan politik praktis.
"Bahwa persoalan kampanye melibatkan anak itu dilarang, ada normanya. Tetapi sanksinya tidak ada. Tidak jelas administrasi atau sanksi pidana," kata Abhan menerima audiensi dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di Jakarta, Jumat (9/2/2018).
Meski begitu, dia menyampaikan sepakat dengan masukan KPAI, bahwa penyelenggaraan pemilu dan pilkada harusnya ramah anak.
"Dalam kampanye khususnya, tidak ada eksploitasi anak untuk kepentingan politik praktis," ucap Abhan.
Baca juga : Dana Kampanye Lebih dari Rp 473 M, Peserta Pilkada Jabar Bakal Kena Sanksi
Menurut Abhan, kerentanan anak terhadap eksploitasi untuk kepentingan politik praktis, salah satunya dikarenakan bentuk metode kampanye yang sangat beragam, mulai dari pertemuan terbatas, tatap muka, rapat umum, hingga "blusukan".
"Itu saya kira sangat rentan terkait eksploitasi anak, karena blusukan itu ke rumah tangga-rumah tangga, bisa bertemu dengan anak, bisa memberikan sesuatu ke anak," lanjut Abhan.
Lebih lanjut dia menuturkan, dengan adanya kekosongan hukum dan kerentanan eksploitasi anak tersebut, maka hal yang paling mungkin dilakukan Bawaslu adalah memberikan rekomendasi sanksi administrarif.
"Jadi, mekanisme yang bisa kami lakukan adalah kalau ada dugaan pelanggaran pelibatan anak dalam kampanye, akan kami kaji, kami rekomendasikan ke instansi terkait, kami libatkan KPAI," kata Abhan.
Baca juga : Presiden Boleh Jadi Juru Kampanye, PDI-P Tidak Akan Turunkan Jokowi
Kemudian, apabila dugaan pelanggaran bisa dikategorikan dalam pidana umum, maka rekomendasi Bawaslu tersebut akan diserahkan ke pihak kepolisian.
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak secara eksplisit melarang pelibatan anak dalam aktivitas politik. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 15 dan Pasal 76 H.
Pasal 15 UU Perlindungan Anak menyebutkan, setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik.
Sementara itu, Pasal 76 H menyebutkan, setiap orang dilarang merekrut atau memperalat anak untuk kepentingan militer dan atau lainnya dan membiarkan anak tanpa perlindungan jiwa.