JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarief menyesalkan munculnya kasus suap yang melibatkan Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko.
Laode mengatakan, sumber suap diduga berasal dari kutipan pungli perizinan dan jasa pelayanan kesehatan atau dana kapitasi yang seharusnya menjadi hak masyarakat. "Jika dimanfaatkan dengan baik dan benar untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP)," ujar Laode saat memberikan keterangan pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (4/2/2018).
Berdasarkan Pasal 1 angka 6 Perpres 32 Tahun 2014, dana kapitasi adalah besaran pembayaran per bulan yang dibayar kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan.
(Baca juga: Kronologi Operasi Tangkap Tangan Bupati Jombang Terkait Kasus Suap)
Laode menuturkan, sektor kesehatan juga menjadi salah satu fokus kerja KPK.
Kerawanan potensi korupsi dalam pengelolaan dana kapitasi telah dikaji KPK pada 2015.
KPK, kata Laode, menemukan sejumlah kelemahan. Salah satunya soal efektivitas dana kapitasi dalam meningkatkan mutu layanan yang masih rendah.
Padahal, dana yang disalurkan sangat besar, yakni mencapai Rp 8 triliun per tahun.
Menurut Laode, salah satu sebab rendahnya efektivitas dana kapitasi disebabkan tidak adanya alat pengawasan dan pengendalian dana kapitasi.
"Saat ini terdapat hampir 18.000 FKTP di seluruh Indonesia dengan rata-rata pengelolaan dana kapitasi sekitar Rp 400 juta per tahun tiap FKTP," kata Laode.
(Baca juga: Bupati Jombang Pakai Uang Suap untuk Kampanye Pilkada 2018)
Kasus suap yang melibatkan Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko dan Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Inna Silestyanti menjadi contoh potensi korupsi terhadap dana kapitasi.
Nyono diduga menerima suap dari Inna Silestyanti. Total uang suap yang diterima Nyono mencapai Rp 275 juta.
"Diduga pemberian uang dari IS ke NSW agar bupati menetapkannya sebagai kepala dinas kesehatan karena dia (Inna) masih Plt," ucap Laode.
(Baca juga: Plt Kadis Kesehatan Jombang Pakai Kode Arisan untuk Kumpulkan Uang Suap)
Uang suap tersebut, lanjut Laode, berasal dari pungutan liar jasa pelayanan kesehatan atau dana kapitasi dari 34 Puskesmas di Jombang.
Diketahui, pungutan liar itu sudah dikumpulkan sejak Juni 2017 dengan jumlah total sekitar Rp 434 juta.
Setelah terkumpul dana itu kemudian dibagi. Sebanyak 1 persen untuk Paguyuban Puskesmas se-Jombang, 1 persen untuk Kepala Dinas Kesehatan dan 5 persen untuk Bupati.