Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengusaha "Money Changer" Tak Penuhi Panggilan KPK Terkait Kasus E-KTP

Kompas.com - 30/01/2018, 21:46 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisaris PT Berkah Langgeng Abadi, July Hira, tidak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menjadi saksi dalam kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP.

Pengusaha money changer itu sedianya hendak diperiksa KPK dalam kasus korupsi e-KTP untuk tersangka Dirut PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo.

Selain July, anak buahnya, Nunuy Kurniasih juga tidak penuhi panggilan KPK. Hanya wiraswasta bernama Denny Wibowo yang hadir dalam pemeriksaan hari ini.

"Dua saksi tadi tidak datang, jadi kami melakukan pemeriksaan kepada saksi yang datang. Yang tidak datang tentu akan kita jadwalkan ulang," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (30/1/2018).

(Baca juga: Kasus E-KTP, KPK Periksa Setya Novanto untuk Tersangka Anang Sugiana)

Untuk pemeriksaan terhadap pengusaha money changer tersebut, KPK nanti akan fokus pada proses aliran dana.

"Yang kita fokuskan benar atau tidaknya transaksi keuangan yang menggunakan fasilitas jasa penukaran keuangan itu," ujar Febri.

KPK menilai jasa money changer bisa rawan didesain sedemikian rupa untuk menutupi aliran dana dari kejahatan tertentu. Pihaknya berharap pengusaha money changer dapat melaporkan transaksi mencurigakan.

Kemudian harus ada pengawasan yang lebih ketat kepada jasa penukaran uang tersebut. Isu ini menurut KPK penting dalam mencegah praktik pencucian uang.

(Baca juga: Fakta Sidang Setya Novanto, dari Munculnya Nama SBY hingga Gamawan Fauzi)

Dalam kasus e-KTP, July pernah bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (11/1/2018). Dia bersaksi untuk terdakwa Setya Novanto. Dalam sidang tersebut, dia mengaku rekening miliknya di UOB Bank di Singapura pernah mendapat kiriman uang dari Biomorf Mauritius.

Uang yang ditransfer itu sebesar 2,6 juta dollar Amerika Serikat dari perusahaan Biomorf Mauritius. Kemudian, uang itu diteruskan ke keponakan Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi.

Dalam keterangan, pengiriman uang itu dicatat sebagai pembayaran software development. Padahal, July tidak pernah melakukan pembelian software dengan Biomorf Mauritius.

Perusahaan Biomorf Mauritius adalah perusahaan asing yang menjadi salah satu penyedia produk biometrik merek L-1. Produk tersebut digunakan dalam proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Perwakilan perusahaan Biomorf tersebut adalah Johannes Marliem. Dalam fakta sidang sebelumnya, Marliem merupakan salah satu pengusaha yang memberikan uang kepada Setya Novanto.

Dalam persidangan, July mengakui bahwa transfer uang itu merupakan barter mata uang dollar AS dengan rekan sesama money changer, bernama Riswan.

Pengiriman uang itu atas permintaan keponakan Novanto, Irvanto Hendra Pambudi.

Kompas TV Kesaksian Yasonna akan melengkapi berkas mantan Dirut PT Quadra Solution Anang Sugiana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com