Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Calon Peserta Pilkada Diprediksi Berpikir Ulang Mau Melamar ke Golkar

Kompas.com - 22/11/2017, 08:43 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan Partai Golkar untuk mempertahankan Setya Novanto sebagai Ketua Umum, diprediksi bakal mempersulit partai berlambang pohon beringin itu saat pemilihan kepala daerah.

Isu korupsi akan membuat citra partai semakin negatif.

"Untuk Pilkada 2018, bagaimanapun calon yang ingin melamar ke Partai Golkar akan berpikir ulang untuk melamar, ketika isu korupsi ini gampang dikaitkan sama mereka," ujar pengamat politik Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya, di Kantor ICW Jakarta, Selasa (21/11/2017).

Sebagai contoh, menurut Yunarto, beberapa spanduk dan banner wajah Ridwan Kamil yang diusung Golkar dalam pemilihan gubernur Jawa Barat, disandingkan dengan wajah Setya Novanto.

Iklan dukungan tersebut, kata Yunarto, secara tidak langsung mengaitkan Ridwan Kamil dan Partai Golkar yang sedang dirundung masalah korupsi.

(Baca juga : Pertahankan Novanto, Golkar Dianggap Tak Serius Perangi Korupsi)

Selain itu, ia melanjutkan, pengambilan keputusan mengenai dukungan calon kepala daerah akan lebih sulit, karena ketua umum dianggap tak cukup punya wibawa.

Efeknya, rekomendasi pilkada akan lebih cenderung bergantung pada mahar, karena banyaknya faksi.

Menurut Yunarto, pergantian Novanto seharusnya menjadi momentum Partai Golkar untuk merubah citra partai yang selama ini dirasa tidak penting.

(Baca juga : Pertahankan Novanto, Golkar Klaim Pertimbangkan Hati Nurani dan Opini Publik)

Kader Golkar seharusnya sadar bahwa mereka perlu membuat sesuat yang baru setelah partainya digoyang oleh kasus Setya Novanto.

"Bagaimana mereka membutuhkan tokoh yang bisa mengembalikan citra. Bangun image partai yang selama ini dianggap paling tidak sensitif pada isu korupsi," kata Yunarto.

Sebelumnya, rapat pleno DPP Partai Golkar memutuskan untuk mempertahankan Setya Novanto dari posisi Ketua DPR. Golkar beralasan masih menunggu proses praperadilan yang diajukan Novanto melawan KPK.

Setya Novanto ditahan di Rutan KPK pada Senin (20/11/2017) dini hari. Dalam kasus korupsi proyek e-KTP, Novanto bersama sejumlah pihak diduga menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi.

Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar. Akibat perbuatannya bersama sejumlah pihak tersebut, negara diduga dirugikan Rp 2,3 triliun pada proyek Rp 5,9 triliun tersebut.

Saat ini, Novanto memang tengah melakukan upaya praperadilan atas masalah hukum yang menjeratnya.

Kompas TV Setelah resmi menjadi pesakitan KPK, kini para kolega dan lawan politik, mulai membidik kursi panas yang ia duduki
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com