Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penahanan Novanto Jadi Pintu Masuk Telusuri Politisi Lain di DPR

Kompas.com - 20/11/2017, 17:18 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus berharap penahanan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Setya Novanto menjadi pintu masuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menuntaskan kasus dugaan korupsi e-KTP.

Menurut Lucius, selain fokus pada proses hukum terhadap Setya Novanto, KPK masih punya tanggung jawab berat untuk membuktikan keterlibatan politisi-politisi lain di DPR, terutama mereka-mereka yang namanya sudah disebut dalam persidangan terdakwa sebelumnya.

"Ada begitu banyak nama yang diduga terlibat dalam prahara e-KTP ini. Dan tentu saja jika peran Setnov menjadi kunci, maka kepastian akan dugaan keterlibatan politisi-politisi lain di DPR maupun eksekutif harus juga secepatnya diproses oleh KPK," ujar Lucius saat dihubungi, Senin (20/11/2017).

Lucius mengatakan, penahanan Novanto membuktikan bahwa mereka yang diduga terlibat tak lagi memiliki tameng pelindung dari KPK.

Baca juga : Idrus: Setya Novanto Ikhlas Lepas Jabatan Ketua Umum Golkar

KPK, kata Lucius, ingin membuktikan bahwa semua orang memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum.

"KPK telah membuktikan bahwa mereka sesungguhnya tak punya ketakutan dengan semua bentuk perlawanan bahkan dengan tameng kekuasaan sekalipun. KPK mau membuktikan bahwa semua sama di depan hukum, dan oleh karena itu siapa saja bisa ditersangkakan oleh KPK hingga menahannya jika ada bukti yang menunjukkan dugaan keterlibatan seseorang," kata Lucius.

"Mereka yang dengan segala macam cara ingin bersembunyi di balik kekuasaan untuk meluputkan diri harus sadar bahwa itu semua tak akan membuat KPK terhenti untuk memproses mereka jika ada bukti untuk itu," ucapnya.

Baca juga : Melihat Ekspresi Novanto dan Bekas Benjolan Bakpao Saat Tiba di KPK

Novanto sebelumnya berkali-kali mangkir dari panggilan KPK, baik untuk diperiksa sebagai saksi maupun tersangka kasus e-KTP.

Dalam kasus ini, Novanto bersama sejumlah pihak diduga menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi.

Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar. Akibat perbuatannya bersama sejumlah pihak tersebut negara diduga dirugikan Rp 2,3 triliun pada proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.

Kompas TV Setelah penahanan ketua umumnya, kini Partai Golkar belum menentukan sikap apakah mengganti ketua umum atau menunjuk pelaksana tugas
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com