Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sudah Berjalan Serentak, Mengapa Pilkada Masih Mahal?

Kompas.com - 07/11/2017, 19:58 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Hasil kajian Pusat Pembangunan dan Keuangan daerah, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memperlihatkan bahwa pemilihan kepala daerah secara serentak tidak menjamin adanya efisiensi anggaran.

Menanggapi hasil kajian itu, Komisioner Komisi Pemilihan Umum Divisi Perencanaan Keuangan dan Logistik, Pramono Ubaid Tanthowi, angkat bicara. Menurut dia, mahalnya biaya pilkada serentak tidak terlepas dari berbagai kalkulasi KPU.

"KPU menyusun anggaran dengan asumsi lima hingga enam pasangan calon," ujar Pramono, dalam diskusi "Model Pembiayaan Pilkada yang Efisien dan Efektif" di Jakarta, Selasa (7/11/2017).

Namun, diakui Pramono, kalkulasi itu jauh dari realisasi di lapangan. Sebab, pasangan calon dalam Pilkada 2015 dan Pilkada 2017 cenderung hanya diikuti oleh dua hingga empat pasangan calon.

(Baca juga: Biaya Pilkada Mahal, Penyumbang Terbesarnya adalah...)

Selain itu, tutur dia, sebagian biaya kampanye pasangan calon kepala daerah juga menjadi tanggungan KPU. Biaya itu mulai dari alat peraga kampanye, debat kandidat, hingga iklan di media cetak dan elektronik.

Sementara itu berdasarkan kajian Kemendagri, komponen yang menyumbang persentase terbesar kepada lonjakan biaya pilkada adalah honorarium.

Besarnya biaya honorarium disebabkan banyaknya kelompok-kelompok kerja yang dibentuk dengan struktur yang besar. Hal itu mulai dari pengarah, penanggung jawab, ketua, sekretaris, hingga anggota yang lebih dari 10 orang dengan honor yang beragam.

(Baca juga: Biaya Pilkada dari Pajak, Masyarakat Diminta Manfaatkannya dengan Baik)

Di KPU Kota Yogyakarta misalnya, biaya honorarium mencapai 37,21 persen dari anggaran Pilkada 2017. Sementara di Kota Cimahi, biaya honorarium sebesar 23,11 persen pada Pilkada 2017.

Pada Pilkada 2018 mendatang, persentase honorarium Pilkada di Kota Bandung akan mencapai Rp 17,7 miliar atau 38,25 persen dari total biaya pilkada sebesar Rp 55,5 miliar.

Adapun di tingkatan provinsi, biaya honorarium di Pilkada Jawa Barat mencapai Rp 488 miliar atau 42 persen dari total biaya pilkada sebesar Rp 1,16 triliun pada 2018.

Berdasarkan data Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Pilkada Serentak 2015 menghabiskan anggaran Rp 7,89 triliun untuk 269 daerah, atau Rp 29,3 miliar per daerah.

Sementara itu, pada Pilkada 2017, anggarannya mencapai Rp 5,94 triliun untuk 101 daerah. Artinya, jika dirata-rata, maka anggaran per daerah mencapai Rp 58,91 miliar.

Adapun anggaran Pilkada Serentak 2018 akan kian menggelembung mencapai Rp 15,1 triliun untuk 171 daerah, atau rata-rata Rp 88,6 miliar per daerah.

Kompas TV Jokowi Ajak TNI-Polri Amankan Pilkada & Pilpres
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com