JAKARTA, KOMPAS.com — Pilkada serentak ternyata tidak menjamin efisiensi anggaran pemilu.
Dalam kajian Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bahkan terungkap bahwa pilkada serentak di beberapa daerah justru lebih mahal dibandingkan pilkada sebelumnya.
Ada berbagai komponen biaya yang membuat anggaran pilkada membengkak dan bila ditanya komponen apa yang paling besar, jawabannya adalah honorarium.
"Jadi itu komponen terbesar," ujar Peneliti Pusat Pembangunan dan Keuangan Daerah Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendagri Siti Aminah saat memaparkan data kajian di Jakarta, Selasa (7/11/2017).
(Baca juga: Tiga Alasan Mengapa Potensi Konflik Pilkada Serentak 2018 Sangat Tinggi)
Besarnya biaya honorarium disebabkan banyaknya kelompok-kelompok kerja yang dibentuk dengan struktur yang besar. Hal itu mulai dari pengarah, penanggung jawab, ketua, sekretaris, hingga anggota yang lebih dari 10 orang dengan honor yang beragam.
Meski demikian, kajian Kemendagri tersebut tidak bersifat nasional.
Dari 15 provinsi kajian, hanya beberapa KPU kabupaten/kota yang menyerahkan data lengkap seputar anggaran pilkada.
Di KPU Kota Yogyakarta, biaya honorarium mencapai 37,21 persen dari anggaran Pilkada 2017, jauh di atas biaya pelaksaan kampanye 11,29 persen, sosialiasi 6,61 persen, pengadaan dan pendistribusian 6,44 persen, serta proses perhitungan 5,89 persen.
Sementara di Kota Cimahi, biaya honorarium sebesar 23,11 persen pada Pilkada 2017. Angka ini lebih tinggi dari empat komponen biaya lainnya.
Pada Pilkada 2018, persentase honorarium pilkada di Kota Bandung akan mencapai Rp 17,7 miliar atau 38,25 persen dari total biaya pilkada sebesar Rp 55,5 miliar.
Adapun di tingkatan provinsi, biaya honorarium di Pilkada Jawa Barat mencapai Rp 488 miliar atau 42 persen dari total biaya pilkada sebesar Rp 1,16 triliun pada 2018.
Di dalam kesimpulan kajian itu, Kemendagri menilai bahwa biaya honorarium menjadi salah satu faktor yang menyebabkan inefisiensi biaya pilkada.
Oleh karena itu, direkomendasikan adanya pembatasan dan pengurangan jumlah kelompok kerja, pengilangan unsur pengarah dan penanggung jawab, serta menata unit cost dengan mempertimbangkan standar biaya setiap daerah.