Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepada Fadli Zon, Buni Yani Mengeluh Beban Hidupnya Setelah Kasus Video Ahok Mencuat

Kompas.com - 02/11/2017, 14:28 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Terdakwa kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Buni Yani, menyampaikan, banyak hal yang membebani dirinya semenjak dijerat kasus. Hal itu disampaikannya kepada Wakil Ketua DPR Fadli Zon.

Proses kasus yang menjerat dirinya berlangsung selama lebih kurang satu tahun terakhir.

Beberapa hal yang terganggu misalnya kerja Buni dalam bidang akademik, mulai dari menulis buku hingga riset.

"Terakhir saya ke Seoul, Bangkok, semua riset doktoral semua. Saya menulis buku, artikel, dan bahkan sempat jadi konsultan untuk pendirian museum popular culture di Korea. Saya menulis tentang musik pop Filipina, saya diundang, terhenti semua," ujar Buni di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/11/2017).

"Sudah lebih dari setahun kasus, saya sangat terbebani," lanjutnya.

(Baca: Buni Yani: Demi Allah, Saya Tidak Memotong Video Ahok)

Buni menambahkan, dirinya mengabdikan dirinya di bidang akademik. Ia menyayangkan status Facebook yang ditulisnya kemudian berimbas ke mana-mana, bahkan dikaitkan dengan politik.

Ia menegaskan, tuduhan melakukan hate speech atauujaran kebencian yang diarahkan kepadanya tak berdasar. Sebab, ia berasal dari keluarga yang plural.

"Bagaimana mungkin orang yang punya track record selama hidupnya lalu keluarganya begitu plural mau mengungkapkan hate speech. Itu luar biasa tuduhan yang tidak berdasar. Kami merasa ini kriminalisasi," katanya.

Menurut dia, hal ini merupakan persoalan akademik yang bisa dipecahkan secara intelektual, tetapi dibawa ke ranah pidana. Hal ini, kata dia, bukan soal pembelaan diri, melainkan membela hak warga negara.

(Baca: Gara-gara Lirikan Mata Buni Yani, Jaksa Marah di Dalam Sidang)

"Kalau saya dikriminalisasi seperti ini tinggal tunggu orang lain juga bisa dikriminalisasi dengan pasal-pasal, dakwaan-dakwaan yang tidak berdasar," katanya.

Jaksa penuntut umum Andi M Taufik sebelumnya membacakan tuntutan kepada terdakwa Buni Yani dalam sidang lanjutan kasus dugaan pelanggaran UU ITE yang digelar di Kantor Dinas Perpustakaan dan Arsip Kota Bandung, Jalan Seram Kota Bandung, Selasa (3/10/2017).

Buni Yani dinilai bersalah melakukan tindak pidana informasi dan transaksi elektronik berupa melakukan dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum menambah, mengurangi, menghilangkan slot informasi elektronik dan atau dokumen orang lain atau milik publik.

Hal tersebut diatur dan diancam pidana dalam ketentuan Pasal 32 Ayat 1 jo Pasal 48 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam dakwaan bersama. 

Pada 14 November 2017 putusan akhir PN Bandung akan dibacakan.

Kompas TV Terdakwa kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Buni Yani bersumpah di depan majelis hakim.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang



Terkini Lainnya

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Nasional
Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

Nasional
KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

Nasional
Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Nasional
Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Nasional
Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral Saya Marahi

Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral Saya Marahi

Nasional
MPR Akan Temui Prabowo-Gibran Bicara Masalah Kebangsaan

MPR Akan Temui Prabowo-Gibran Bicara Masalah Kebangsaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com