Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Azyumardi: Kampanye Politik Jangan Bawa Isu Agama

Kompas.com - 16/10/2017, 18:42 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden The Asian Muslim Action Network (AMAN Indonesia) Azyumardi Azra berharap para politisi tidak menggunakan isu agama sebagai salah satu bahan dalam kampanyenya.

Hal itu dilakukan untuk meminimalisasi maraknya penyebaran ujaran kebencian dan berita bohong menjelang tahun politik 2018-2019.

Azyumardi menegaskan, isu agama yang dipolitisasi berpotensi menimbulkan konflik di tengah masyarakat.

"Sebaiknya para politisi dalam kampanyenya janganlah membawa-bawa agama, nanti bisa dipelintir ke sana sini. Apalagi kalau misalnya kepleset lalu dipelintir. Jadi janganlah, karena isu agama itu bisa eksplosif," ujar Azyumardi saat ditemui di sela-sela acara The 6th Action Asia Peacebuilders' Forum, di Kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2017).

"Jadi memang saya kira kuncinya para politisi ini agar lebih bijak, jangan membawa-bawa agama, apalagi kalau dia dari agama yang lain," kata dia.

(baca: Isu SARA Diyakini Dipakai Kampanye 2019, Bawaslu Diminta Bertindak)

Di sisi lain, lanjut Azyumardi, lembaga keagamaan seperti MUI dan organisasi kemasyarakatan berbasis agama seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, harus pula berperan aktif untuk mencegah adanya politisasi agama.

Dia berharap, lembaga keagamaan dan ormas mampu bersikap netral dan tidak berpihak pada kelompok-kelompok tertentu.

"Saya mengimbau juga kepada lembaga-lembaga Islam seperti MUI atau Ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah jangan ikut-ikutan juga, misalnya berpihak pada satu kelompok, partisan. Itu juga harusnya dihindari. Mereka harus bersikap netral," kata mantan Rektor UIN Syarif Hidayatulah Jakarta itu.

(baca: Wiranto: Ujaran Kebencian Dijadikan Alat Politik Kekuasaan)

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mengungkapkan bahwa penyebaran ujaran kebencian, propaganda politik dan kampanye hitam melalui dunia maya cenderung meningkat jelang Pilkada 2018 dan Pilpres 2019.

Penyebaran ujaran kebencian, propaganda politik dan kampanye hitam tersebut menjadi alat untuk meraih kekuasaan.

"Menjelang 2018 dan 2019, kita akan memasuki tahun politik. Pilkada, pemilu legislatif dan pemilu presiden langsung. Selama itu, radikalisme dalam bentuk ujaran kebencian bercampur dengan propaganda politik dan kampanye hitam akan digunakan sebagai alat meraih kekuasaan," ujar Wiranto.

"Tentunya hal itu mengancam kedamaian dan pluralisme kehidupan masyarakat Indonesia," ucapnya.

(baca: Hentikan Goreng Isu Bernuansa SARA)

Wiranto menilai, meningkatnya suhu politik merupakan hal yang wajar sebab banyak pihak berkontestasi.

Para pihak tersebut akan mengupayakan langkah-langkah agar pasangan calon yang diusung dalam pemilu menjadi populer di tengah masyarakat.

Namun, seringkali cara-cara yang digunakan tidak terkontrol dengan baik, bahkan melanggar hukum.

"Saya mengatakan hati-hati jangan dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok yang radikal untuk membangun suatu kebencian, membangun kecurigaan, membangun konflik satu dengan yang lain," kata Wiranto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com