Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Hakim Konstitusi Anggap Hukuman Mati Tak Mempan Timbulkan Efek Jera

Kompas.com - 09/10/2017, 03:37 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan menganggap hukuman mati bukan solusi yang efektif untuk menghapus tindak pidana penyalahgunaan narkotika.

Menurut dia, hal tersebut terlihat dari tingginya angka kejahatan narkotika yang ditangani penegak hukum saat ini. Pelaku kejahatan, kata dia, tidak kapok dengan hukuman mati yang diberlakukan.

"Pidana mati tidak sebegitu berpengaruh pada menurunnya tindak kejahatan. Jangan dikira orang kapok (dengan hukuman mati), kan enggak," ujar Maruarar dalam diskusi di Jakarta, Minggu (8/10/2017).

Alih-alih pemberatan hukuman dengan mencabut nyawa, kata Maruarar, pemerintah sebaiknya menggagas cara lain yang lebih efektif. Menurut dia, penegakan hukum tidak akan efektif selama masih ada keuntungan dalam tindakan kejahatan.

(Baca: Komnas HAM: Eksekusi Mati di Era Jokowi Lebih Banyak Daripada Era SBY)

"Undang-undang jadi tidak ada daya apa-apa. Orang mengandalkan sanksi anaman mati, anggap orang jadi takut," kata Maruarar.

Peredaran narkotika melibatkan jaringan, baik nasional maupun internasional. Baik kelas teri, maupun kelas kakap. Maruarar mengatakan, semestinya penegak hukum memangkas para bandarnya yang punya kuasa lebih besar dalam mengendalikan barang haram tersebut.

"Yang dipidana mati kan bukan tokoh tokohnya. Yang ditangkap yang kecil-kecil, mereka (bandar) masih ongang-ongkang," kata dia.

Pemerintah Indonesia, kata Maruarar, semestinya mempertimbangkan pandangan negara lain atas kebijakan hukuman mati. Negara-negara di PBB menunjukkan ketidaksetujuan atas kebijakan hukuman mati yang diberlakukan di Indonesia.

Bahkan, sejumlah negara mengeluarkan rekomendasi yang intinya mendesak agar hukiman tersebut dihapuskan. Namun, kata Maruarar, rekomendasi itu tidak ditanggapi dengan baik oleh Indonesia.

(Baca: Kontras: Kejagung Ambisius Lakukan Eksekusi Mati, tapi Tak Ada Evaluasi)

"Meski kita gemas (dengan pelaku), kita harus kepala dingin melihatnya. Kritik dunia jadi suatu peringatan pada kita utntuk kembali pada landasan hukum negara yang sudah dideklarasikan," kata Maruarar.

Rektor Universitas Kristen Indonesia itu menilai, hukuman tambahan berupa kerja sosial lebih ampuh menimbulkan efek jera. Tak hanya untuk terpidana narkoba, tapi juga terpidana kasus korupsi. Misalnya, kata dia, pelaku disuruh menyapu jalan yang ramai orang lewat. Tak hanya jera, pelaku juga akan malu.

"Perlakukan dia di tengah masyarakat. Dia punya keluarga, punya cucu, Dia pasti menyerah," kata Maruarar.

"Kalau dihukum 15 tahun, misalnya, dia punya uang, bisa kerja sama dengan orang luar. Tenang dia di sana," lanjut dia.

Kompas TV Sidang Pembunuhan Kakak Tiri Kim Jong Un Digelar
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com