Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim MK Tegur ACTA karena Ada yang Telat dan Sering Mengulang Pernyataan

Kompas.com - 04/10/2017, 20:11 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

Kompas TV Penulis "Jokowi Undercover" Divonis 3 Tahun Penjara

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pendahuluan uji materi Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE), Rabu (4/10/2017).

Permohonan uji materi itu dilayangkan Advokat Cinta Tanah Air (ACTA), salah satunya kuasa hukum yang juga Kepala Bidang Advokat DPP Partai Gerindra, Habiburokhman.

Saat berlangsungnya persidangan, ada saja hal yang membuat hakim menegur para pengacara. di antaranya karena ada kuasa hukum yang terlambat, mengulang-ulang dasar permohonan uji materi, hingga soal perbaikan dasar permohonan. 

Misalnya, saat pembukaan persidangan, salah satu kuasa hukum bernama Ahmad Leksono menyebutkan nama-nama kuasa hukum yang tercatat dalam permohonan. Akan tetapi, mereka tidak hadir di persidnagan. 

"Yang tidak hadir Ibnu Wahyudi, kemudian Agustiar, Dahlan Pido, Fauziah Suci Cahyani, Iser Tambunan, Said Basri, Herdiansyah, Jamaal Kasim, Ade Irvan Pulungan, Munathsir Mustaman, Muda R. Siregar, Ali Asgar, Habib Novel Khaidir Hasan, Alex Chandra, Ali Akbar..." ujar Ahmad.

Ternyata, nama-nama yang disebutkan Ahmad tersebut belum menandatangani permohonan uji materi dalam kapasitas sebagai pemohon.

Ahmad berjanji akan meminta tanda tangan mereka dalam perbaikan permohonan uji materi yang disampaikan pada sidang selanjutnya.

Selain itu, hakim Suhartoyo juga sempat memotong penyampaian dasar permohonan yang dibacakan karena dianggap mengulang-ulang.

Hal itu terjadi saat Ahmad Leksono menyampaikan bahwa dalam negara hukum, seharusnya pendekatan yang diutamakan adalah pendekatan hukum, bukannya pendekatan kekuasaan.

"Ya, itu enggak usah diulang-ulang itu. Langsung ke petitum. Itu sudah jelas semua," ujar Suhartoyo dengan nada tinggi.

Setelah Ahmad Leksono membacakan dasar permohonannya, giliran panelis yang menyampaikan pendapat.

Suhartoyo menilai, sebenarnya dasar permohonan bisa dibuat sederhana dan tidak perlu terlalu panjang.

"Jadi, clear ya, sebenarnya permohonan Anda itu sederhana dan tidak harus sampai 78 poin argumen ini. Ini bisa dipadatkan cukup 15 saja. Yang penting sederhana dan jelas," ujar Suhartoyo.

Ahmad berjanji memperbaiki dasar permohonan dan akan disampaikan dalam sidang selanjutnya, pada 17 Oktober 2017.

ACTA memohon MK untuk menguji materi Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE.

Menurut pemohon, pemberlakuan pasal-pasal tersebut berpotensi dijadikan alat untuk mengkriminalisasi pemohon dalam mengeluarkan pendapat karena ada ketidakjelasan dari definisi 'antargolongan' di dalam pasal itu.

"Istilah 'antargolongan' dalam Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A ayat (2) UU ITE tidak jelas apa batasannya sehingga dalam penerapannya bisa diartikan sangat luas menjadi kelompok apapun yang ada dalam masyarakat, baik yang bersifat formal maupun non formal," ujar Ahmad Leksono.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Nasional
Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Nasional
Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Nasional
Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Nasional
Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Nasional
Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Nasional
Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Nasional
Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Nasional
KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

Nasional
Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Nasional
Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Nasional
56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

Nasional
Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com