Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gugat Pasal 162 KUHAP, Yusril Tidak Ingin Jaksa Sembunyikan Saksi

Kompas.com - 04/10/2017, 18:13 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pendahuluan permohonan uji materi Pasal 162 KUHAP, Rabu (4/10/2017), dengan pemohon Emir Moeis melalui salah seorang kuasa hukum, Yusril Ihza Mahendra.

Dalam penyampaian dasar uji materi, Yusril menjelaskan, Pasal 162 KUHAP itu tidak memberikan kepastian hukum dan mengabaikan asas due process of law.

"Melalui gugatan ini, kami ingin menunjukkan bahwa Pasal 162 KUHAP ini berisi ketidakadilan, ketidakpastian hukum serta pengabaian atas due process of law," ujar Yusril dalam persidangan.

Pasal 162 ayat (1) berbunyi, "Jika saksi sesudah memberi keterangan dalam penyidikan meninggal dunia atau karena halangan yang sah tidak dapat hadir di sidang atau tidak dipanggil karena jauh tempat kediaman atau tempat tinggalnya atau karena sebab lain yang berhubungan dengan kepentingan negara, maka keterangan yang telah diberikan itu dibacakan".

Adapun, ayat (2) bunyinya, "Jika keterangan itu sebelumnya telah diberikan di bawah sumpah, maka keterangan itu disamakan nilainya dengan keterangan saksi di bawah sumpah yang diucapkan di sidang".

Artinya, dalam kondisi tertentu, saksi tidak mesti datang di ruangan sidang. Keterangan saksi dapat dibacakan saja.

Menurut Yusril, hal ini rentan terjadinya permainan di persidangan.

Yusril memberikan contoh dua perkara yang pernah ia tangani di mana kliennya dijatuhi hukuman berdasarkan keterangan saksi yang tidak hadir di persidangan.

"Dalam persidangan klien saya, tahun 2014, ada dua saksi yang dua-duanya warga negara Amerika Serikat. Dua-duanya diperiksa di AS. Tidak ada keterangan saksi yang memberatkan klien saya kecuali dua orang ini dan klien saya dijatuhi hukuman didasarkan pada keterangan dua orang saksi ini. Saya punya prasangka jaksa menyembunyikan saksi ini," ujar Yusril.

"Sama seperti kasusnya Dahlan Iskan. Semua saksi yang hadir tidak ada yang memberatkan. Hanya satu, yakni Syam Santoso. Dia pun tidak pernah dihadirkan dalam sidang. Berdasarkan keterangan saksi itu, Dahlan Iskan dijatuhi hukuman empat tahun," lanjut dia.

Dalam kasus ini, pengadilan tinggi menyatakan Dahlan Iskan tidak bersalah dan dinyatakan bebas dari hukuman.

Melalui permohonan gugatan ini, Yusril ingin tak ada lagi orang yang dipidana lantaran keterangan saksi yang tidak dapat hadir di dalam persidangan.

Saksi yang tidak dapat hadir di ruang sidang karena alasan klise tidak dapat dipertanggungjawabkan keterangannya.

"Ini contoh kasus nyata dan konkret. Jangan sampai ada orang yang dipidana dari saksi yang tidak hadir," ujar Yusril.

Secara umum, dasar permohonan uji materi yang disampaikan Yusril tak dipersoalkan panelis yang diketuai Saldi Isra dan beranggotakan Maria Farida dan Manahan Sitompul.

Namun, ada beberapa masukan untuk dilengkapi Yusril untuk sidang selanjutnya.

Hakim memberi waktu 14 hari kepada Yusril dan timnya untuk memperbaiki dasar permohonan uji materi tersebut.

Kompas TV Kuasa hukum pemohon menilai, penetapan tersangka Miryam S Haryani menyalahi pasal 174 KUHAP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com