Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yusril Ingatkan MK Bisa Batalkan Ketentuan "Presidential Threshold"

Kompas.com - 03/10/2017, 17:21 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra berharap uji materi terkait aturan ambang batas pencalonan presiden yang diajukannya ke Mahkamah Konstitusi (MK) diterima.

Alasannya, ketentuan tersebut merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) bagi DPR dan pemerintah selaku pembuat undang-undang.

Sebab, kata Yusril, sudah empat kali MK menolak permohonan terkait ambang batas dengan alasan tersebut.

"Sepanjang telaah kami terhadap putusan-putusan MK terhadap ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold itu sudah 4 kali diuji ke MK dan empat kali pula ditolak permohonannya," kata Yusril pada sidang pendahuluan uji materi UU Pemilu yang digelar di Gedung MK, Jakarta, Selasa (3/10/2017).

Dengan demikian, lanjut Yusril, kali ini merupakan yang kelima kalinya ambang batas pencalonan presiden dipersoalkan di MK.

Baca: Soal "Presidential Threshold", Yusril Pertanyakan Moralitas Pemerintah dan DPR ke MK

Yusril mengingatkan bahwa pada salah satu putusannya, MK menyebut bisa membatalkan kebijakan yang dibuat berdasarkan asas open legal policy.

Aturan tersebut dapat dibatalkan jika bertentangan dengan tiga hal.

Pertama, jika bertentangan dengan asas rasionalitas. Kedua, jika bertentangan dengan asas moralitas. Dan ketiga, jika mengandung unsur ketidakadilan yang tidak bisa ditolerir.

"Itu ada dalam pertimbangan hukum Mahkamah dalam permohonan Effendi Gazali," kata dia.

Selain Yusril, aturan terkait presidential treshold juga digugat oleh sejumlah pihak di antaranya, mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum RI (KPU) Hadar Nafis Gumay bersama dua lembaga sosial masyarakat, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif).

Baca: Mendagri: "Presidential Threshold" Sudah Diterapkan Sejak Pilpres 2009

Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan, penyelenggaraan pemilu harus memenuhi asas jujur, adil, dan demokratis sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi.

Oleh karena itu, formulasi aturan terkait presidential threshold seharusnya tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

"Bagaimana mungkin kita berharap bisa mendapatkan pemilu yang jujur dan adil kalau dari hulunya, regulasi pemilunya saja sudah disusun berdasarkan kepentingan-kepentingan kelompok tertentu dan bertentangan dengan konstitusi," kata Titi, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (6/8/2017).

Selain itu, gugatan juga diajukan oleh Partai Idaman. Alasannya, Partai Idaman sudah berencana mengusung Ketua Umumnya, Rhoma Irama, sebagai calon presiden dalam Pilpres 2019.

Adanya ketentuan presidential treshold justru menghambat langkah tersebut.

Presidential threshold sudah membuat ketidakadilan bagi parpol baru, khususunya bagi Pak Haji Rhoma Irama yang sudah diputuskan dalam rapat pleno (Partai Idaman) sebagai calon presiden dari Partai Idaman,” kuasa hukum Partai Idaman Heriyanto, dalam sidang perbaikan permohonan uji materi yang digelar di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Senin (9/11/2017).

Kompas TV Gerindra bersama Advokat Cinta Tanah Air mendaftarkan permohonan uji materi UU Pemilu 2017.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Nasional
Jokowi Kembali Ingatkan Agar Anggaran Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Jokowi Kembali Ingatkan Agar Anggaran Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Nasional
Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Nasional
Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Nasional
Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Nasional
Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

Nasional
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Nasional
Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Nasional
Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Nasional
BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

Nasional
Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Nasional
Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Nasional
PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

Nasional
Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com