Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU Penempatan dan Perlindungan TKI Diragukan Selesai Tahun Ini

Kompas.com - 20/09/2017, 14:32 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Isu percepatan revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri menjadi isu utama yang dibahas dalam dialog Pemerintah RI dengan Komite Pekerja Migran PBB pada 5 hingga 6 September 2017 lalu di Jenewa.

Namun, Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengkhawatirkan revisi UU tersebut tidak akan selesai tahun ini meski pembahasan revisi yang menjadi usulan DPR itu telah diinisiasi sejak 2010.

Pasalnya, ada beberapa ketentuan dalam revisi UU yang memangkas ketentuan agen perekrutan atau Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS).

"Ada sinyal dari Senayan (DPR) revisi tahun ini tidak akan selesai. Saya rasa ini menyangkut adanya pemangkasan kewenangan agen perekrutan," ujar Anis dalam konferensi pers hasil rekomendasi Komite Pekerja Migran PBB mengenai implementasi Konvensi Perlindungan Hak-Hak Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya, di Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta Selatan, Rabu (20/9/2017).

Anis menuturkan, terkait PPTKIS, Komite PBB meminta agar pemerintah meningkatkan regulasi dan monitoring agen perekrutan secara komprehensif dan responsif gender.

(Baca juga: BNP2TKI Rumuskan Format Baru Pengiriman TKI ke Timur Tengah)

Selain itu pemerintah juga harus memastikan bahwa layanan perekrutan membaik dan akuntabel. Penjatuhan sanksi yang tegas bagi perekrutan secara ilegal pun harus dilakukan dengan tegas.

"Selama ini agen perekrutan diberikan kekuasaan yang besar dalam penandatanganan kontrak, training pra-pemberangkatan, menangani masalah, repatriasi, padahal dalam realitanya mereka tidak cukup termonitor," kata Anis.

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Utama BNP2TKI Hermono mengungkapkan, Komite PBB sangat berharap revisi UU Nomor 39 Tahun 2004 segera diselesaikan agar bisa melakukan pembenahan.

UU tersebut, kata Hermono, menjadi basis bagi pemerintah untuk melakukan pembenahan dan penataan secara keseluruhan. Meski demikian, dia mengakui pembahasan RUU tidak bisa dilakukan secara cepat karena adanya kompleksitas.

"Komite meminta Indonesia untuk segera menyelesaikan undang-undang ini dan menjadi basis penataan keseluruhan. Kami melihat rekomendasi yang disampaikan sifatnya permintaan mempercepat proses penataan," ujar Hermono.

"Ini merupakan dorongan agar cepat menyelesaikan PR kita. DPR pun mengakui indonesia tidak bisa secepat yang diharapkan karena ada kompleksitas," kata dia.

 

Dalam revisi UU Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, lanjut Hermono, kewenangan PPTKIS akan dikurangi. Setelah disahkan, kewenangan PPTIK hanya terbatas pada penempatan dan pemasaran tenaga kerja.

Sementara, kewenangan lain akan diambilalih oleh pemerintah. Hermono menegaskan komitmen pemerintah dan DPR sangat besar dalam merampungkan RUU tersebut.

"Dalam RUU jelas kewenangan PPTKIS akan dikurangi. Nanti hanya menempatkan dan memasarkan saja, fungsi lain diambilalih pemerintah. Komite meminta pengawasan ketat terhadap PPTKIS. Diperketat dan sistematis," ucap Hermono.

Kompas TV Pemerintah memastikan, tenaga kerja asing yang bisa bekerja di Indonesia hanya di level supervisor.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com