Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demokrat: Jokowi Kejepit antara Tekanan Parpol Pendukung dan Desakan Rakyat

Kompas.com - 15/09/2017, 18:10 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo dinilai tengah dalam posisi dilematis dalam menghadapi panitia khusus hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Di satu sisi, Presiden ingin mengakomodasi kepentingan partai politik pendukungnya yang berada dalam pansus angket KPK. Namun di sisi lain, Jokowi juga ingin mendengarkan suara rakyat yang tak ingin KPK diperlemah oleh pansus.

"Tampaknya Presiden Jokowi kejepit antara tekanan parpol dan desakan rakyat untuk membangun citra dirinya sebagai presiden yang pro pemberantasan korupsi," kata Politisi Partai Demokrat Benny K Harman dalam diskusi yang digelar Para Syndicate di Jakarta, Jumat (15/9/2017).

 

(Baca: Soal Wacana Pertemuan, Jokowi Tunggu Surat dari Pansus Angket KPK)

Lebih parahnya, kata Benny, kondisi dilematis ini bisa membuat Jokowi gagal untuk mencalonkan diri kembali terpilih dalam pemilu presiden 2019 mendatang. Misalnya, apabila Jokowi lebih memilih mengakomodir kepentingan parpol pendukungnya di pansus angket KPK, maka Jokowi akan kehilangan suara rakyat.

 

"Survei terbaru rakyat ingin presiden yang pro pemberantasan korupsi," kata Wakil Ketua Komisi III DPR ini.

Sementara, apabila Jokowi lebih mendengar suara rakyat dan mengabaikan rekomendasi pansus angket KPK, maka Presiden juga bisa jadi tidak mempunyai kendaraan untuk mencalonkan diri kembali.

(Baca: Jokowi Harus Tertibkan Parpol Pendukungnya yang Usik KPK)

Enam parpol pendukungnya yang ada di pansus, yakni PDI-P, Golkar, Nasdem, Hanura, PPP, dan PAN bisa jadi menarik dukungannya.

Padahal, Undang-Undang Pemilu yang baru mensyaratkan parpol atau gabungan parpol mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk bisa mengusung capres dan cawapres.

"Sikap ekstrem menolak pansus melemahkan posisi Presiden. Ambang batas pencalonan presiden sebesar 20-25 persen jadi pedang bermata dua," kata Benny.

Kompas TV Kewenangan Penyadapan KPK Kembali Dipertanyakan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Nasional
Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Nasional
Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Nasional
Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

BrandzView
Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Nasional
KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

Nasional
Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Nasional
Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com