Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Komputer Pertama di Redaksi Harian Kompas

Kompas.com - 12/09/2017, 11:53 WIB
Heru Margianto

Penulis

Perubahan cara kerja dari mesin tik ke komputer adalah persoalan besar bagi sebagian wartawan di zaman itu. Ada tulisan wartawan yang ditolak karena menulis dengan komputer. Alasannya, editornya “gaptek” harus mengedit di layar komputer.

Lazimnya, wartawan yang tumbuh besar sebelum tahun 1980 menyelesaikan setiap tulisan mereka dengan mesin tik. Jika tulisan mereka mendapat coretan dari editor, terpaksa tulisan diketik ulang dari awal. Itu hal lumrah yang menjadi bagian dari kerja wartawan.

Sulit rasanya membayangkan kelumrahan itu terjadi sekarang ini. Mengetik ulang kembali berita dari awal dengan mesin tik rasanya mustahil. Tapi, demikianlah kelumrahan itu.

Mantan wartawan Kompas Mamak Sutamat menceritakan kisah perubahan dari era mesin tik ke komputer dalam bukunya “Kompas Perkasa karena Kata”.

Di redaksi harian Kompas, hingga 1986, komputer sebagai pengganti mesin tik masih merupakan barang mewah.

Mamak menuturkan, satu-satunya komputer yang ada di redaksi Kompas saat itu dipakai oleh Manajer Redaksi Raymond Toruan. Dengan komputer itu Raymond mencatat segala hal rahasia, terutama gaji karyawan.

Mulanya, tugas-tugas itu dikerjakan Raymond dengan dekstop komputer di rumahnya. Jika ada data yang dibutuhkan di kantor, ia harus balik ke rumah. Karena dipandang merepotkan, akhirnya dibelilah sebuah laptop.

Pada tahun 1987 sebenarnya sudah mulai muncul ide untuk alih teknologi dari mesin tik ke komputer. Sekretaris Redaksi kala itu, Azkarmini Zaini, beberapa kali mengadakan pelatihan komputer kepada awak redaksi.

Mamak Sutamat tahun 1976 (kiri) dan 2016 (kanan).DOK. KOMPAS dan PRIBADI Mamak Sutamat tahun 1976 (kiri) dan 2016 (kanan).

Namun, di ujung dunia mana pun, kata Mamak, perubahan selalu tidak mudah, termasuk perubahan cara mengetik berita dari mesin tik ke komputer.  Banyak wartawan tetap lebih senang mengetik dengan mesin tik.

“Mereka yang mengetik dengan komputer, tulisannya ditolak oleh para penyunting. Alasannya, para penyunting gaptek mengedit berita di layar komputer,” tutur Mamak.

Pada tahun 1987 ada empat komputer System-6 yang dipinjamkan percetakan. Selanjutnya, pada Februari 1988 kembali ditempatkan dua komputer XT.

Perlahan, sedikit demi sedikit mulai ada wartawan yang menyentuh komputer-komputer itu untuk menulis berita.

Demikianlah, perlahan semua wartawan akhirnya bekerja dengan komputer. Tidak ada lagi bunyi berisik mesin tik. 

Ikuti terus cerita perubahan Kompas di era digital dalam topik di bawah ini. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com