Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revisi UU KPK, Fahri Hamzah Usulkan Presiden Terbitkan Perppu

Kompas.com - 23/08/2017, 14:22 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI Fahri Hamzah mengusulkan agar Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).

Hal itu, menurut Fahri, perlu dilakukan agar revisi UU KPK bisa disegerakan karena kondisi penanganan korupsi dianggap sudah genting.

"Memang sebaiknya presiden menyiapkan Perppu. Ini kejanggalan dan permasalahannya sudah terlalu banyak. Presiden harus berani. Jangan kayak yang lalu-lalu. Ditekan, belok," ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/8/2017).

Fahri menganggap usulan tersebut bisa menjadi salah satu rekomendasi Panitia Khusus Hak Angket KPK.

Menurut dia, revisi UU KPK dimungkinkan menjadi rekomendasi pansus hak angket karena revisi merupakan kerja DPR bersama dengan pemerintah. Revisi baru bisa dijalankan jika kedua belah pihak menyetujui.

 

(Baca: Istana: Harusnya DPR Paham, Presiden Tak Lihat Urgensi Revisi UU KPK)

"Kalau saya jadi presiden saya bikin Perppu, ini darurat kok. Korupsi katanya darurat tapi penanganannya kok kaya begini kan enggak memadai, tambah kacau keadaannya," ucap Politisi asal Nusa Tenggara Barat (NTB) itu.

Jika Presiden setuju, maka revisi UU KPK bisa masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan bisa segera dibahas.

"Bila perlu nanti kalau sudah merupakan kesepakatan yang dibahas secara cepat seperti yang lalu-lalu," tuturnya.

Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, menurut Fahri, sudah harus bisa membaca temuan sementara pansus hak angket KPK sehingga pemerintah bisa mulai menyiapkan untuk tindaklanjutnya.

Pemerintah juga diminta mengantisipasi jika pansus merekomendasikan agar Presiden menerbitkan Perppu KPK.

"Apapun yang merupakan rekomendasinya yang penting disiapkan. Kalau revisi (UU KPK) itu sudah pasti lah karena penyimpangannya sudah terlalu banyak," kata Fahri.

 

(Baca: Revisi UU KPK, Kembalinya Senjata Favorit Para Elite)

Anggota Pansus Hak Angket KPK, Eddy Kusuma Wijaya menuturkan, rekomendasi berupa revisi UU KPK memungkinkan karena jika pansus memberikan hasil akhir berupa rekomendasi berpotensi untuk tak dipatuhi.

"Kalau rekomendasi biasa mungkin enggak dijalankan oleh mereka. Contoh, hasil angket Bank Century. Kan enggak dilaksanakan," ujar Eddy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/8/2017).

Sinyal persetujuan revisi dari pihak pemerintah juga disampaikan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Kalla menuturkan, pemerintah akan mendukung segala bentuk penguatan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), termasuk revisi Undang-Undang lembaga anti-rasuah tersebut.

"Pemerintah tetap ingin KPK yang kuat. Bahwa kalau ada revisi apapun itu untuk memperkuat KPK," kata Kalla, di Kantor Wakil Presiden RI, Jakarta, Selasa.

Menurut Kalla, dukungan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk merevisi UU KPK bukan berarti pemerintah melakukan pelemahan terhadap KPK.

"Jadi pemerintah tidak bermaksud untuk melemahkan KPK. Karena kita tetap membutuhkan KPK untuk menghilangkan atau mengurangi tingkat korupsi di Indonesia," kata dia.

Kompas TV Revisi UU KPK, Upaya Perlemah Kewenangan KPK? (Bag 3)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com