JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar berpendapat, sebaiknya Komisi Pemberantasan Korupsi segera menahan Ketua DPR Setya Novanto.
"Dengan kemandirian dan independensinya, saya kira KPK harus berani menahan Novanto," ujar Fickar dalam konferensi pers di Sekretariat ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa (18/7/2017).
Banyak yang mengungkap kekhawatiran jika Novanto tidak segera dibatasi ruang geraknya. Kekhawatiran itu, menurut Fickar, mulai dari mempengaruhi saksi-saksi yang berpotensi dihadirkan dalam sidang, hingga menghilangkan barang bukti.
Apalagi, sejauh ini DPR RI belum memastikan apakah Novanto akan dicopot dari jabatan Ketua DPR RI.
"Dalam kedudukan dia sebagai Ketua DPR, dia bisa mempengaruhi persidangan melalui para saksi, mempengaruhi bukti-bukti yang akan ditampilkan. Karena itu penahanannya menjadi sangat urgen," ujar Fickar.
Bagi KPK, lanjut Fickar, penahanan seorang tersangka adalah hal yang biasa. Maka jika KPK tidak langsung menahan Novanto maka bisa menjadi tanda tanya besar di publik.
"KPK dapat mendasarkan penahanan pada pertimbangan obyektif dan subyektif. Pasal untuk menahannya ada, pertimbangan subyektifnya juga ada. Tinggal diakumulasi saja," ujar Fickar.
(Baca juga: Penetapan Setya Novanto Jadi Tersangka Bukti KPK Tidak Tertekan Hak Angket DPR)
KPK menetapkan Novanto sebagai tersangka pada Senin (17/7/2017) malam. Ketua Umum Partai Golkar itu diduga kuat terlibat dalam korupsi proyek pengadaan e-KTP.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, melalui proyek yang digarap saat Novanto menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar, Novanto diduga menguntungkan diri sendiri dan orang lain sekaligus korporasi.
Novanto juga dinilai menyalahgunakan kewenangan dan jabatannya.
KPK mengenakan Pasal 3 atau Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Baca juga: KPK: Korupsi E-KTP, Setya Novanto Rugikan Negara Rp 2,3 Triliun)