JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menyatakan ada perbedaan mendasar antara Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan rapat konsultasi. Mahkamah Konstitusi (MK) hanya memutuskan soal rapat konsultasi yang hasilnya dinyatakan tak mengikat.
"Kalau rapat konsultasi yang awalnya itu, khusus dalam membuat Peratutan KPU (PKPU), namanya rapat konsultasi. Tapi kalau RDP kan bisa bahas apa saja. KPU bisa diundang dalam membahas apapun. Membahas anggaran, kegiatan, dan selainnya," ujar Arief di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/7/2017).
Sehingga, dengan dihapuskannya kewajiban rapat konsultasi yang mengikat melalui amar putusan MK Nomor 92/PUU-XIV/2016, KPU akan lebih leluasa dan terbebas dari intervensi dalam membuat PKPU.
Pada Pilkada 2017, KPU sempat bersitegang dengan DPR. Saat menyusun PKPU Pencalonan, KPU didesak DPR memperbolehkan terpidana percobaan mencalonkan diri.
(Baca: MK Putuskan Rapat Konsultasi KPU, DPR, dan Pemerintah Tak Mengikat)
Padahal dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016, seseorang yang berstatus terpidana apapun tidak diizinkan mencalonkan diri. Saat ditanya apakah KPU merasa lega dengan putusan MK tersebut, Arief menjawab pada intinya putusan itu harus dihormati semua pihak.
"Ya ini kan putusan yang harus dihormati oleh siapapun. Dijalankan oleh siapapun. Kalau lega kan semua lega, karena semua sudah bisa menerima. Saya pikir ini bukan sesuatu yang luar biasa. Bisa diterima oleh siapapun," lanjut dia.
Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa hasil dari rapat konsultasi antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan DPR tidak berlaku mengikat.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua MK, Anwar Usman dalam sidang putusan uji materi Pasal 9 huruf a UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang digelar di gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (10/7/2017).
(Baca: Putusan MK Diharapkan Tekan Intervensi Politik terhadap KPU)
"Menyatakan, pasal 9 huruf a UU No. 10 Tahun 2016 . . . sepanjang frasa 'yang keputusannya bersifat mengikat', bertentangan dengan undang-undang Republik Indonesia tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat." kata Anwar.
Atas putusan MK itu, fungsi pengawasan yang dilakukan Komisi II DPR terhadap KPU bukannya langsung berhenti. Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy menyatakan fungsi pengawasan DPR terhadap KPU tetap bisa dilakukan dalam rapat dengar pendapat (RDP).
Namun, dengan adanya putusan MK ini, Lukman mengakui DPR tak lagi bisa terlibat dalam proses KPU menyusun peraturan seperti yang dilakukan dalam rapat konsultasi sebelumnya.
"Kalau dalam terminologi Undang-undang MD3, (RDP) mengikat semua pihak. Bagi Komisi II, mungkin rapat konsultasi yang ditiadakan, tidak ada lagi. Tapi RDP, itu tetap ada. Soalnya RDP diatur di Undang-undang MD3," kata Lukman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/7/2017).