Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota BPK: Kesalahan Sedikit Orang Jangan Dianggap Kesalahan BPK, Tidak Adil

Kompas.com - 31/05/2017, 15:14 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota I Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna menegaskan, opini atas laporan keuangan sejumlah kementerian dan lembaga negara yang dinilai oleh BPK sudah melalui proses yang ketat.

Penilaian yang diberikan tidak sembarangan.

Tim penilai terdiri dari anggota tim junior, senior pengendali teknis, penjamin mutu, auditor utama, hingga anggota BPK.

Hal tersebut disampaikannya saat menyerahkan opini wajar tanpa pengecualian terhadap laporan keuangan Kementerian Hukum dan HAM.

"Sehingga hasilnya bukan produk dan tidak bergantung dari satu jabatan saja, tapi dilakukan tim pemeriksa yang libatkan pejabat struktural," ujar Agung, di Kantor Kemenkumham, Jakarta, Rabu (31/5/2017).

Dalam pemeriksaan, selain tahap perencanaan, juga dilakukan pengumpulan dokumen, pemeriksaan subtantif, klarifikasi, hingga diskusi pembuatan action plan.

Baca: KPK Yakin Kasus Suap Auditor BPK dan Kemendes Libatkan Banyak Pihak

Agung mengatakan, serangkaian proses itu dilakukan secara ketat dengan standar pemeriksaan yang didukung prosedur penjamin kualitas pemeriksaan secara berjenjang.

Dalam sambutannya, Agung berterima kasih pada jajaran Kemenkumham atas kerja samanya sejak Januari hingga opini WTP dikeluarkan.

"Tidak lupa kami ucapkan pada tim pemeriksa yang memperlihatkan kesungguhan dan kompetensinya," kata Agung. 

Ia juga meminta maaf jika dalam prosesnya terdapat kekeliruan BPK, karena BPK juga tak luput dari kesalahan dan kekhilafan.

"Tapi jangan anggap kesalahan sedikit orang kemudian dianggap kesalahan BPK secara kelembagaan. Itu tidak adil, tidak rasional, dan tidak waras," kata Agung.

BPK tengah menjadi sorotan setelah Auditor Utama Keuangan Negara III, Rochmadi Saptogiri, ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi.

Baca: BPK: Tidak Akan Ada Audit Ulang

Ia menjadi tersangka karena diduga menerima suap terkait pemberian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) terhadap Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT).

Dalam operasi tangkap tangan, penyidik menyita berjumlah Rp 40 juta, Rp 1,145 miliar dan 3.000 dollar AS. Uang Rp 40 juta merupakan "pelicin" untuk opini WTP yang diduga diserahkan tersangka.

Uang Rp 40 juta tersebut bagian dari total komitmen fee Rp 240 juta yang sudah dijanjikan sebagai suap. KPK menduga uang Rp 200 juta telah diserahkan lebih dulu pada awal Mei 2017.

Kompas TV Geledah Kantor Kemendesa 9 Jam, KPK Sita Sejumlah Dokumen
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Nasional
Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Nasional
Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Nasional
Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Nasional
Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Nasional
Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Nasional
Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Nasional
Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Nasional
Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Nasional
Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Nasional
Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Nasional
PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

Nasional
Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com