JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota I Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna menegaskan, opini atas laporan keuangan sejumlah kementerian dan lembaga negara yang dinilai oleh BPK sudah melalui proses yang ketat.
Penilaian yang diberikan tidak sembarangan.
Tim penilai terdiri dari anggota tim junior, senior pengendali teknis, penjamin mutu, auditor utama, hingga anggota BPK.
Hal tersebut disampaikannya saat menyerahkan opini wajar tanpa pengecualian terhadap laporan keuangan Kementerian Hukum dan HAM.
"Sehingga hasilnya bukan produk dan tidak bergantung dari satu jabatan saja, tapi dilakukan tim pemeriksa yang libatkan pejabat struktural," ujar Agung, di Kantor Kemenkumham, Jakarta, Rabu (31/5/2017).
Dalam pemeriksaan, selain tahap perencanaan, juga dilakukan pengumpulan dokumen, pemeriksaan subtantif, klarifikasi, hingga diskusi pembuatan action plan.
Baca: KPK Yakin Kasus Suap Auditor BPK dan Kemendes Libatkan Banyak Pihak
Agung mengatakan, serangkaian proses itu dilakukan secara ketat dengan standar pemeriksaan yang didukung prosedur penjamin kualitas pemeriksaan secara berjenjang.
Dalam sambutannya, Agung berterima kasih pada jajaran Kemenkumham atas kerja samanya sejak Januari hingga opini WTP dikeluarkan.
"Tidak lupa kami ucapkan pada tim pemeriksa yang memperlihatkan kesungguhan dan kompetensinya," kata Agung.
Ia juga meminta maaf jika dalam prosesnya terdapat kekeliruan BPK, karena BPK juga tak luput dari kesalahan dan kekhilafan.
"Tapi jangan anggap kesalahan sedikit orang kemudian dianggap kesalahan BPK secara kelembagaan. Itu tidak adil, tidak rasional, dan tidak waras," kata Agung.
BPK tengah menjadi sorotan setelah Auditor Utama Keuangan Negara III, Rochmadi Saptogiri, ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi.
Baca: BPK: Tidak Akan Ada Audit Ulang
Ia menjadi tersangka karena diduga menerima suap terkait pemberian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) terhadap Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT).
Dalam operasi tangkap tangan, penyidik menyita berjumlah Rp 40 juta, Rp 1,145 miliar dan 3.000 dollar AS. Uang Rp 40 juta merupakan "pelicin" untuk opini WTP yang diduga diserahkan tersangka.
Uang Rp 40 juta tersebut bagian dari total komitmen fee Rp 240 juta yang sudah dijanjikan sebagai suap. KPK menduga uang Rp 200 juta telah diserahkan lebih dulu pada awal Mei 2017.