JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menilai, upaya pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) merupakan bentuk kesewanang-wenangan pemerintah.
Menurut Yusril, seharusnya pemerintah melindungi hak konstitusional setiap warganya untuk berorganisasi.
Di sisi lain, Yusril menilai, pemerintah tidak memiliki alasan yang kuat karena kegiatan HTI selama ini tidak bertentangan dengan norma hukum dan norma kepatutan.
Dengan alasan itu, dia menyatakan bersedia ketika Dewan Pimpinan Pusat HTI menunjuknya sebagai Koordinator Tim Pembela HTI.
"Itu merupakan hak konstitusional yang seharusnya dijaga," ujar Yusril saat memberikan keterangan pers di kantor hukumnya, di Jakarta, Selasa (23/5/2017).
Baca: Yusril Yakin HTI Bakal Menang Melawan Pemerintah
"Saya dalam posisi membela satu ormas yang sedang ditindas. Jika nanti pemerintah akan ajukan ke pengadilan kami akan hadapi," kata dia.
Yusril menjelaskan, Undang-Undang No 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan mensyaratkan beberapa tahap sebelum pemerintah membubarkan sebuah ormas.
Tahap-tahap tersebut antara lain tindakan pencegahan, pemberian surat peringatan dan penghentian sementara.
Namun, kata Yusril, tahap-tahap itu tidak pernah dilakukan oleh pemerintah.
"Prosesnya memang panjang. Kenapa? Karena yang lalu ormas dan parpol bisa dibubarkan begitu saja oleh presiden. Soekarno pernah membubarkan PSI dan Masyumi menggunakan Keppres. Itu yang terjadi pada masa Soekarno. Jangan hal seperti itu dilakukan oleh Jokowi," kata Yusril.
"Hukum dan keadilan harus ditegakkan terhadap siapapun," ujar dia.
Baca: Yusril Resmi Ditunjuk sebagai Koordinator Tim Pembela HTI