Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merenungkan Kebangkitan Nasional dari Pemikiran Habibie

Kompas.com - 21/05/2017, 06:23 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - 20 Mei 1908 menjadi salah satu hari bersejarah bagi bangsa Indonesia.

Hari itu merupakan momentum bangkitnya semangat nasionalisme, persatuan, kesatuan, serta kesadaran untuk memperbaiki diri sebagai suatu bangsa dan bergerak memperjuangkan kemerdekaannya.

Presiden ketiga RI, Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie mengatakan bahwa pangkal tolak pertama kebangkitan nasional dimulai dengan kelahiran Budi Utomo pada 1908.

Menurut Habibie, meskipun organisasi tersebut kental nuansa "kejawaannya", namun semangat yang dibawa menggugah para cendekiawan tentang pentingnya sumber daya manusia (SDM) dalam menentukan masa depan bangsa.

"Kebangkitan nasional melahirkan kesadaran yang menjadi mata rantai perjuangan rakyat Indonesia sebagai suatu bangsa, yakni tekad untuk memiliki satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa, ini dikenal dengan sumpah pemuda," ungkap Habibie sebagaimana dikutip dari buku berjudul "Renungan Bacharuddin Jusuf Habibie Membangun Peradaban" yang ditulis oleh Firdaus Syam.

(Baca: Bermula dari Kebangkitan Jawa Menuju Kebangkitan Nasional)

Kemudian, tekad sumpah pemuda itu menjadi kekuatan perjuangan melawan penjajah Belanda dan Jepang.

Perlawanan berdasarkan rasa persatuan yang terwujud dalam berbagai bentuk pergerakan bersenjata dan penggalangan kesamaan akan cita-cita berujung pada proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.

Pascakemerdekaan, suasana bangsa Indonesia sangat dinamis, majemuk, dan juga penuh pertentangan. Titik balik dari kondisi itu terjadi pada 1950-1959, di mana Indonesia masuk pada era Demokrasi Terpimpin.

Pada masa ini, "politik menjadi panglima" hingga akhirnya persoalan pertumbuhan ekonomi, pembangunan, kesejahteraan sosial terbengkalai.

(Baca: "Eureka" Kebangkitan Nasional, antara Ki Hajar, Hatta, Habibie, dan Gus Dur...)

Atas kondisi ini, pada 1966-1988 atau era Demokrasi Pancasila pada pemerintahan Orde Baru, bangsa Indonesia kembali berefleksi atas makna kemerdekaan dan kebangkitan nasional.

Pada masa ini, berbagai aspek yang terbengkalai itu menjadi perhatian pemerintah. Demikian pula hubungan dengan dunia Internasional.

"Ada masa terjadi swasembada pangan, berjalannya komunikasi politik pembangunan ke tengah masyarakat demikian efektif dalam kurun waktu yang panjang. Puncaknya bangsa Indonesia mulai memasuki apa yang disebut era kebangkitan teknologi (10 Agustus 1995)," kata Habibie.

Meskipun berbagai pencapaian terjadi pada masa ini, namun bangsa Indonesia belum sepenuhnya merdeka. Sebab, kepemimpinan nasional masih dipegang oleh generasi '45.

Rakyat Indonesia benar-benar merasakan kemerdekaannya pada 21 Mei 1998. Saat itu, Indonesia memasuki era reformasi.

Setelah reformasi, kebebasan dari berbagai aspek, baik politik, ekonomi, ideologi, sosial, budaya, pendidikan bahkan informasi dan komunikasi, direguk oleh rakyat Indonesia.

Meskipun demikian, kemerdekaan dan kebebasan yang diraih itu memunculkan pertanyaan, "kemerdekaan dan kebebasan yang telah berhasil dituntut itu untuk apa? apakah kebebasan itu semata-mata untuk kebebasan?"

Kompas TV Nuansa Adat Warnai Peringatan Harkitnas di Bandung
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com