JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan menegaskan, partainya tak akan mengirim anggotanya dalam pansus (panitia khusus) hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hak angket tersebut diusulkan DPR untuk meminta KPK membuka rekaman pemeriksaan anggota DPR dari Fraksi Hanura Miryam S Haryani.
Hal ini terkait pernyataan Miriam saat diperiksa penyidik KPK bahwa ia ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III.
"Pengalaman paripurna kemarin kita enggak ngomong diputusin. Besok kalau enggak ngirim tapi tetap diputusin angket jalan terus gimana? Intinya kalau dengan tidak mengirim itu menyelesaikan masalah, saya enggak akan ngirim," ujar Zulkifli, saat ditemui di Kantor DPP PAN, Jakarta, Rabu (3/5/2017) malam.
Pada Tata Tertib DPR Tahun 2014, Pasal 171 Ayat 2, pembentukan pansus angket harus memenuhi semua unsur fraksi di DPR.
(Baca: 6 Fraksi Tolak Hak Angket, Fahri Tetap Ingin Pansus KPK Dibentuk)
Artinya, jika ada satu fraksi yang menolak mengirim perwakilannya, pansus angket batal dibentuk.
Berikut bunyi Pasal 171 Ayat 2: Dalam hal DPR menerima usul hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPR membentuk panitia khusus yang dinamakan panitia angket yang keanggotaannya terdiri atas semua unsur Fraksi.
Zulkifli mengatakan, KPK seharusnya mendapatkan dukungan penuh karena tengah mengusut kasus besar seperti kasus BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia).
"Ini kan KPK lagi berantas kakap, BLBI, enggak pernah dapat. Kita apa enggak sedih BLBI Rp 40 triliun APBN uang rakyat tiap tahun dipakai bayar bunga rekap. Sementara sekarang yang kasih aset abal-abal kayanya dua-tiga kali lipat. Kan jahat," tutur Zulkifli.
"KPK mau usut itu kita dukung dong. Kita perkuat, jangan kita ganggu. Kedua, angket kan menyatakan pendapat terhadap Presiden. Partai pemerintah kok setuju? Kan jadi pertanyaan publik ini ada apa?" lanjut dia.
(Baca: Proses Persetujuan Angket KPK Dianggap Tak Penuhi Syarat Formal)
Usulan hak angket ini dimulai dari protes yang dilayangkan sejumlah anggota Komisi III kepada KPK terkait persidangan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Alasannya, dalam persidangan disebutkan bahwa politisi Partai Hanura Miryam S Haryani mendapat tekanan dari sejumlah anggota Komisi III.
Menanggapi hal itu, Komisi III pun mendesak KPK membuka rekaman pemeriksaan terhadap Miryam untuk membuktikan pernyataan tersebut benar disampaikan oleh yang bersangkutan.
Adapun Miryam kini menjadi tersangka pemberian keterangan palsu dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.