JAKARTA, KOMPAS.com - Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengingatkan seluruh jajaran kepolisian, khususnya yang mengantongi senjata, untuk berhati-hati menggunakan kewenangan diskresi.
Hal itu disampaikan Tito seusai melantik enam Kapolda dan Kepala Divisi Humas Polri.
Tito mencontohkan peristiwa penembakan mobil berisi satu keluarga di Lubuk Linggau dan kejadian penembakan seorang anak oleh ayahnya yang merupakan polisi.
"Saya melihat akar yang sangat penting mengenai kemampuan untuk menguasai kewenangan diskeresi," ujar Tito di Rupataman Mabes Polri, Jakarta, Jumat (28/4/2017).
Kewenangan diskresi merupakan kewenangan Polri untuk menilai suatu peristiwa dan menentukan tindakan yang harus diambil secara cepat dan tepat.
(Baca: Kapolda Sumsel Akui Penembakan Mobil Satu Keluarga Tak Sesuai Prosedur)
Terutama dalam menghadapi situasi saat bertemu dengan pelaku kejahatan. Jika keadaan mengancam diri sendiri dan orang lain, polisi diperbolehkan menembak pelaku.
Tito meyakini semua memahami kewenangan tersebut.
"Tapi praktiknya banyak yang tidak paham. Kewenangan diskresi butuh syarat, kemampuan menilai situasi, menentukan opsi tindakan, dan mengambil keputusan opsi yang diambil," kata Tito.
Tito mengatakan, jika polisi menguasai diskresi dengan baik, akan mendapat apresiasi dan penghargaan.
Namun, sebaliknya, jika anggota punya kemampuan menilai situasi yang lemah, akan berakibat buruk bagi dirinya maupun orang lain.
"Yang terjadi bahwa Polri kaki kanan di kuburan, kaki kiri di penjara," kata Tito.
"Kita bertindak berlebihan, maka akan berakibat hukum. Tapi kalau seandainya underestimated, salah ambil langkah, tidak gunakan kewenangan sehingga terganggu keselamatan diri dan orang lain, akan berakibat masuk kuburan," lanjut dia.
Tito menganggap, apa yang terjadi di Bengkulu dan Lubuk Linggau jangan sampai jadi peristiwa yang biasa.
Kejadian itu harus jadi momentum untuk mengevaluasi kewenangan diskresi, terutama polisi yang bertugas di lapangan.