JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Veri Junaidi menilai pamadatan waktu tahapan pemilu 2019 akan berdampak negatif pada partai politik.
Sebab, keserentakan pemilu 2019 berimplikasi pada penyesuaian yang berbeda dibanding pemilu 2014.
"Nanti yang akan dirugikan parpol juga kalau pelaksanaan pemilu berantakan akibat waktu terbatas. Jadi jangan kemudian karena UU (Rancangan Undang-undang Pemilu) belum selesai kemudian memadatkan jadwal," kata Veri di kawasan Menteng, Jakarta, Selasa (18/4/2017).
Dalam rapat dengar pendapat Senin (17/4/2017) malam, DPR, KPU, Bawaslu, dan Kementerian Dalam Negeri bersepakat melangsungkan Pemilu 2019 pada bulan April.
DPR mengusulkan tahapan pemilu dimulai 18 bulan atau 16 bulan sebelum pemungutan suara.
(Baca: KPU Tawarkan Tahapan Pemilu 20 Bulan Sebelum Pencoblosan)
Usulan itu lebih pendek jika berkaca pada tahapan pemilu 2014 yang memakan waktu 24 bulan.
Menurut Veri, terdapat banyak penyesuaian ketentuan yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu.
(Baca: Bawaslu Usulkan Tahapan Pemilu 2019 Dimulai 18 Bulan Sebelum Pencoblosan)
Seperti, pendaftaran partai politik, desain surat suara, dan teknis penyelenggaraan. Veri menilai, DPR dan pemerintah harus memikirkan tahapan pemilu yang padat dan krusial.
Untuk itu, lanjut dia, penyelenggara pemilu harus diberi kesempatan membuat desain pemilu serentak pertama kalinya.
"Nah kalau melihat dari kompleksitas itu semestinya komitmen saja pemerintah dan DPR pada rencana semula. Apalagi desain baru mestinya lebih longgar," ucap Veri.
Sebelumnya, Bawaslu mengusulkan tahapan Pemilu 2019 dimulai 18 bulan sebelum pemungutan suara.
DPR juga mengusulkan agar tahapan pemilu dimulai 16 atau 18 bulan sebelum hari pencoblosan. Waktu tahapan ini lebih singkat ketimbang Pemilu 2014.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.