JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono menilai bahwa mekanisme pemberian kompensasi bagi korban terorisme harus diatur lebih spesifik dalam Undang-Undang Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Supriyadi menyoroti lemahnya peran penegak hukum, khususnya kejaksaan, dalam mengajukan hak kompensasi korban kepada hakim dalam tuntutan.
"Pencantuman secara spesifik hak-hak korban tersebut sangat penting, terutama terkait kebutuhan bantuan medis dan psikologis serta kompensasi," ujar Supriyadi, melalui keterangan tertulis, Sabtu (1/4/2017).
(baca: Kepala BNPT Akui Perhatian Pemerintah kepada Korban Terorisme Masih Minim)
Pasal 36 UU Pemberantasan Tindak Terorisme menyatakan pemberian kompensasi dan/atau restitusi harus berdasarkan amar putusan pengadilan.
Dengan demikian, bantuan pemerintah secara resmi atau kompensasi kepada korban terorisme harus menunggu adanya putusan pengadilan.
Menurut Supriyadi, kondisi di mana kompensasi bergantung pada putusan pengadilan inilah yang mengakibatkan tertundanya hak korban terorisme dipenuhi.
Dalam hasil pemantauan yang dilakukan ICJR, kata Supriyadi, belum ada korban terorisme yang mendapatkan hak kompensasi dari Pemerintah.
Supriyadi menuturkan, dalam beberapa kasus terbaru, seperti serangan bom di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, pada awal 2016, belum satu pun putusan hakim yang mencantumkan hak kompensasi bagi para korban.
Oleh sebab itu, ICJR mendorong agar DPR mengubah ketentuan syarat putusan pengadilan untuk memenuhi hak kompensasi korban terorisme.
"ICJR memandang, RUU Terorisme ini akan menjadi langkah baik apabila hak-hak korban lebih diakomodasi. Tinggal saat ini menunggu itikad baik dari Pemerintah dan DPR untuk melakukan pembahasan lebih efektif dan transparan dalam mengakomodasi hak korban," tutur dia.
Sementara itu, berdasarkan masukan dari ICJR, Panitia Kerja (Panja) RUU Terorisme sepakat menghapus ketentuan syarat putusan pengadilan untuk kompensasi korban Terorisme.
Selain itu Panja mencantumkan hak khusus mengenai bantuan medis yang bersifat segera dan pengaturan mekanisme rehabilitasi korban terorisme yang lebih spesifik, terkait bantuan medis dan psikologis.
"ICJR mengapresiasi langkah dari beberapa Fraksi di Panja RUU Terorisme yang mengakomodir masukan dari ICJR tersebut," kata Supriyadi.
(baca: Pemerintah Ingin Santunan bagi Korban Terorisme Diatur dalam UU)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.