Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gatot Nurmantyo: Korupsi Makin Canggih, Tidak Bisa TNI Kerja Sendiri

Kompas.com - 27/02/2017, 14:39 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menilai, lembaga penegak hukum tidak bisa bekerja sendiri dalam memberantas korupsi.

Pasalnya, cara atau modus tindak pidana korupsi yang dilakukan para pelaku saat ini semakin beragam.

Oleh karena itu, Gatot berharap kerja sama antarlembaga penegak hukum dan lembaga lain terkait lebih ditingkatkan. Termasuk bagi lembaga penegak hukum TNI, Polisi Militer (POM).

"Kerja sama bukan hanya dengan KPK, BPK, PPATK dan Kepolisian mengapa demikian? Karena korupsi ini makin canggih. Tidak bisa TNI bekerja sendiri," kata Gatot dalam Konfrensi Pers Pelatihan Bersama Aparat Penegak Hukum (Apgakum) 2017 di Hotel Santika Premiere Bintaro, Tangerang Selatan, Senin (27/2/2017).

Melalui kerja sama itu, aparat penegak hukum bisa saling melengkapi informasi dari suatu kasus tindak korupsi.

Dalam kasus pengadaan monitoring satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla), misalnya. POM TNI bekerja sama dengan KPK dan Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK).

"Untuk menangkap tangan, kami bekerja sama dengan KPK. Yang sipil ditangkap KPK, militer oleh POM," kata dia.

Sedangkan kerja sama dengan PPATK terkait penghitungan kerugian negara. Menurut Gatot, pengungkapan kasus tersebut masih berjalan hingga saat ini.

Masing-masing lembaga penegak hukum, yakni KPK dan POM TNI, bekerja sesuai fungsi dan kewenangannya masing-masing.

"Kami bekerja secara senyap. Mudah-mudahan dalam dekat ada yang ketangkap lagi," kata dia.

Dalam kasus suap di Bakamla, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka.

Mereka adalah Deputi Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi sebagai pihak yang diduga menerima suap, Direktur PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Fahmi Darmawansyah serta dua pegawai PT MTI yakni Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus sebagai pihak pemberi suap.

Eko Susilo Hadi, diduga menerima suap Rp 2 miliar terkait pengadaan alat monitoring satelit di Bakamla.

Anggaran proyek senilai Rp 200 miliar itu berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016.

Sementara itu, Puspom TNI juga melakukan penyelidikan dan meminta keterangan dari sejumlah saksi.

Kemudian, Puspom TNI menetapkan Direktur Data dan Informasi Bakamla RI, Laksamana Pertama Bambang Udoyo (BU) sebagai tersangka.

Bambang diduga turut terlibat dalam kasus ini. Hasil penggeledahan yang dilakukan di rumah Bambang, Puspom TNI menyita uang senilai 80.000 dollar Singapura dan 15.000 dollar AS dari penggeledahan yang dilakukan di kediaman Direktur Data dan Informasi Bakamla RI, Laksamana Pertama Bambang Udoyo (BU).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com