Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sistem Pemidanaan Perlu Dibenahi, Sebelum Penerapan Hukuman Mati

Kompas.com - 27/02/2017, 01:32 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Hukum Pidana dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Ginting menilai sistem hukum acara pidana Indonesia saat ini berpotensi melanggengkan praktik-praktik pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Oleh sebab itu, Miko mengusulkan penghentian kebijakan hukuman mati sebelum pemerintah dan DPR mereformasi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"Pemerintah dan DPR harus mereformasi KUHP. Tidak ada jalan lain. Dengan sistem yang ada saat ini perlu mempertimbangkan kebijakan hukuman yang tidak bisa dikoreksi seperti eksekusi mati, sebab rentan dengan pelanggaram HAM," ujar Miko dalam sebuah diskusi terkait penerapan hukuman mati, di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (26/2/2017).

Miko menjelaskan, pada esensinya hukum acara pidana atau hukum formil memberi batasan terhadap kekuasaan aparat penegak hukum, bukan hanya soal pembagian kewenangan. Mekanisme dalam KUHAP dibuat sedemikian rupa agar aparat tidak menyalahgunakan kewenangannya.

Namun pada praktiknya, secara substansi, sistem pemidanaan melalui hukum acara pidana berpeluang terjadinya pelanggaran HAM oleh aparat penegak hukum.

(Baca: Jaksa Agung: Eksekusi Mati Pasti, Hanya Waktu Belum Ditentukan)

Miko mengkritik tidak adanya penyaringan dalam memeriksa kesahihan suatu alat bukti. Selama ini, kata Miko, hakim di persidangan seringkali tidak memeriksa proses yang dilakukan oleh penyidik dalam mendapatkan alat bukti.

Penghimpunan alat bukti diduga kerap dilakukan dengan cara tidak sah seperti menyiksa untuk mendapat pengakuan dari tersangka.

"Praktiknya tidak ada filter terhadap alat bukti, apakah didapat secara sah atau tidak sah. Secara substansi sistem pemidanaan kita melanggengkan pelanggaran HAM," kata Miko.

Masalah administrasi

Selain itu, Miko mengkritik sistem pemidanaan dari aspek administrasi. Dia mencontohkan, ketika seorang terpidana mati mengajukan permohonan kasasi maupun peninjauan kembali ke Mahkamah Agung (MA) maka ada 27 tahap yang harus dilewati sebelum persidangan digelar.

(Baca:Kejagung Tengah Persiapkan Eksekusi Mati Jilid IV)

Dia menilai alur penanganan perkara seperti itu tidak efektif karena berpotensi terjadi pelanggaran dan kecerobohan.

Di sisi lain, publik tidak bisa mendeteksi setiap tahap pengajuan kasasi atau peninjauan kembali.

"Dari aspek administratif, alur penanganan perkara tidak efektif. Misal kasus yang dihadapi oleh terpidana mati Zainal Abidin yang berkas permohonannya terselip di PN sehingga prosesnya tidak berjalan," tutur Miko.

Sementara dari aspek mekanisme komplain, Miko berpendapat alur yang tersedia belum berjalan dengan baik. Obyek dalam mekanisme praperadilan saat ini dinilai terbatas dan hanya sekedar formalitas.

"Misalnya yang diperkarakan soal tidak adanya surat perintah penyidikan atau surat perintah penangkapan," ungkapnya.

Kompas TV Inilah Terpidana Mati yang Belum Dieksekusi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kemenag Ingatkan Jemaah Haji Dilarang Bentangkan Spanduk dan Bendera di Arab Saudi

Kemenag Ingatkan Jemaah Haji Dilarang Bentangkan Spanduk dan Bendera di Arab Saudi

Nasional
Imigrasi Tangkap DPO Penyelundupan Manusia, Kerjasama dengan Istri Pelaku

Imigrasi Tangkap DPO Penyelundupan Manusia, Kerjasama dengan Istri Pelaku

Nasional
Canangkan Gerakan Literasi Desa, Wapres Ingin SDM Indonesia Unggul

Canangkan Gerakan Literasi Desa, Wapres Ingin SDM Indonesia Unggul

Nasional
DPR Sentil Kemendikbud yang Bilang Pendidikan Tinggi Tidak Wajib: Orang Miskin Dilarang Kuliah? Prihatin

DPR Sentil Kemendikbud yang Bilang Pendidikan Tinggi Tidak Wajib: Orang Miskin Dilarang Kuliah? Prihatin

Nasional
Respons Istana Soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P: Presiden Selalu Menghormati

Respons Istana Soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P: Presiden Selalu Menghormati

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Prabowo Ajak PKS atau PDI-P ke Dalam Koalisi?

GASPOL! Hari Ini: Prabowo Ajak PKS atau PDI-P ke Dalam Koalisi?

Nasional
Ngabalin: Revisi UU Kementerian Negara untuk Kebutuhan Masyarakat, Paten Itu Barang...

Ngabalin: Revisi UU Kementerian Negara untuk Kebutuhan Masyarakat, Paten Itu Barang...

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Golkar: Baleg Mewakili Partai-partai

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Golkar: Baleg Mewakili Partai-partai

Nasional
Soal RUU Penyiaran, KIP: UU Pers Bilang Wartawan Tak Boleh Dihalangi

Soal RUU Penyiaran, KIP: UU Pers Bilang Wartawan Tak Boleh Dihalangi

Nasional
Temui Gubernur Jenderal Australia David Hurley, Prabowo Kenang Masa Jadi Kadet

Temui Gubernur Jenderal Australia David Hurley, Prabowo Kenang Masa Jadi Kadet

Nasional
Jemaah Haji Bersiap Menuju Makkah, Ketua PPIH Arab Saudi Pastikan Hak Jemaah Terpenuhi

Jemaah Haji Bersiap Menuju Makkah, Ketua PPIH Arab Saudi Pastikan Hak Jemaah Terpenuhi

Nasional
Soal RUU Penyiaran, Setara Institute: DPR dan Pemerintah Harus Perluas Partisipasi Publik

Soal RUU Penyiaran, Setara Institute: DPR dan Pemerintah Harus Perluas Partisipasi Publik

Nasional
PDI-P Bakal Jemput Bola Kader untuk Maju di Pilkada Sumut

PDI-P Bakal Jemput Bola Kader untuk Maju di Pilkada Sumut

Nasional
Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen TNI AD, Dian Andriani Harap Kowad Lain Menyusul

Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen TNI AD, Dian Andriani Harap Kowad Lain Menyusul

Nasional
Jokowi Bakal Tinjau Lokasi Banjir Lahar di Sumbar Pekan Depan

Jokowi Bakal Tinjau Lokasi Banjir Lahar di Sumbar Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com