Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelangi Indonesia

Kompas.com - 22/02/2017, 10:51 WIB

Di dalam agama cinta (rahman-rahim), kebenaran dan keadilan tak mengenal penganut dan bukan penganut. Cinta memeluk semuanya. Warga bangsa boleh berbeda keyakinan, tetapi cinta menyatukannya.

Kekuatan mencintai dengan melampaui perbedaan inilah yang melahirkan pelangi Indonesia yang indah.

Dengan ini, pemilihan kepala daerah secara serentak berlalu dengan relatif damai, menyisakan Pilkada DKI Jakarta di pusat pertaruhan.

Di 101 daerah yang menyelenggarakan pilkada, orang dengan berbagai latar agama bisa dipilih serta memilih tanpa diskriminasi dan intimidasi.

Di sejumlah tempat, bahkan partai Islam, seperti Partai Keadilan Sejahtera, bisa mengusung calon kepala daerah yang agamanya bukan Islam.

Situasi ini menggambarkan determinasi peradaban cinta yang terpatri pada jati diri bangsa. Di sekujur tubuh kebangsaan, titik rawan daya cinta ini justru terletak di ibu kota negara.

Di Jakarta, daya pompa jantung politik dalam mengalirkan darah cinta mengalami pelemahan, terdesak penguatan aliran daya benci.

Kehilangan daya cinta di ibu kota negara bisa menjadi pangkal kehilangan Indonesia. Harmoni dalam kemajemukan adalah kode genetik bangsa ini. Dengan kemerosotan daya cinta, Indonesia akan mengalami kerusakan gen.

Berbilang bangsa dalam zona keseragaman terguncang menghadapi globalisasi keragaman. Bahkan, bangsa maju kembali mengeja multikulturalisme secara tergagap.

Tak sedikit gagal, berujung populisme dengan supremasi tribalisme anti asing, anti perbedaan.

Beruntung, Indonesia banyak makan asam garam. Sebelum merdeka, para pemuda lintas etnis dan agama menemukan penyebut bersama dalam keragaman.

Modal sosial terpenting bangsa ini terlalu berharga untuk dikorbankan demi ambisi politik jangka pendek.

Dalam pedih pertikaian, warga disadarkan arti penting merawat persatuan dalam perbedaan dengan berbagi kesejahteraan.

Kegelapan menyediakan kunang-kunang penuntun perjalanan bangsa, memberi mata hati kesempatan berpendar di tengah kekelaman.

Dalam napak tilas refleksi diri bisa dikenali hidup religius dengan kerelaan menerima keragaman telah diterima sebagai kewajaran oleh penduduk kepulauan ini.

Sejak zaman Majapahit, doktrin agama sipil untuk mensenyawakan keragaman ekspresi keagamaan telah diformulasikan oleh Mpu Tantular dalam Sutasoma, Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa berbeda-beda tetapi satu, tiada kebenaran yang mendua.

Islam Indonesia sendiri, yang sejauh ini dianut oleh sebagian besar penduduk kendatipun-seperti agama-agama lainnya-tak luput dari sejarah kekerasan dalam sapuan besarnya didominasi warna kedamaian dan toleransi yang kuat.

Meski doktrin dan mazhab radikal memang selalu ada, pengaruhnya relatif terbatas dan dilunakkan oleh ragam ekspresi komunitas Islam.

Secara historis, penyebaran Islam di Tanah Air umumnya secara damai dan berjejak pada fondasi kehidupan masyarakat multikultur yang toleran.

Menurut antropolog ternama Clifford Geertz, etos klasik Islam Nusantara bersifat menyerap, adaptif, gradualistik, este- tik, dan toleran.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS Usul Proporsional Tertutup Dipertimbangkan Diterapkan Lagi dalam Pemilu

PKS Usul Proporsional Tertutup Dipertimbangkan Diterapkan Lagi dalam Pemilu

Nasional
Jokowi Terima Kunjungan Kenegaraan Gubernur Jenderal Australia David Hurley

Jokowi Terima Kunjungan Kenegaraan Gubernur Jenderal Australia David Hurley

Nasional
Polri Tangkap 3 Tersangka 'Ilegal Fishing' Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster

Polri Tangkap 3 Tersangka "Ilegal Fishing" Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster

Nasional
PDI-P Anggap Pernyataan KPU soal Caleg Terpilih Maju Pilkada Harus Mundur Membingungkan

PDI-P Anggap Pernyataan KPU soal Caleg Terpilih Maju Pilkada Harus Mundur Membingungkan

Nasional
Kesaksian JK dalam Sidang Karen Agustiawan yang Bikin Hadirin Tepuk Tangan...

Kesaksian JK dalam Sidang Karen Agustiawan yang Bikin Hadirin Tepuk Tangan...

Nasional
DPR Tunggu Surpres Sebelum Bahas RUU Kementerian Negara dengan Pemerintah

DPR Tunggu Surpres Sebelum Bahas RUU Kementerian Negara dengan Pemerintah

Nasional
Nurul Ghufron Akan Bela Diri di Sidang Etik Dewas KPK Hari Ini

Nurul Ghufron Akan Bela Diri di Sidang Etik Dewas KPK Hari Ini

Nasional
Prabowo Nilai Gaya Militeristik Tak Relevan Lagi, PDI-P: Apa Mudah Seseorang Berubah Karakter?

Prabowo Nilai Gaya Militeristik Tak Relevan Lagi, PDI-P: Apa Mudah Seseorang Berubah Karakter?

Nasional
Hadir di Dekranas Expo 2024, Iriana Jokowi Beli Gelang dan Batik di UMKM Binaan Pertamina

Hadir di Dekranas Expo 2024, Iriana Jokowi Beli Gelang dan Batik di UMKM Binaan Pertamina

Nasional
Jokowi Ucapkan Selamat ke PM Baru Singapura Lawrence Wong

Jokowi Ucapkan Selamat ke PM Baru Singapura Lawrence Wong

Nasional
Seputar Penghapusan Kelas BPJS dan Penjelasan Menkes...

Seputar Penghapusan Kelas BPJS dan Penjelasan Menkes...

Nasional
Konflik Papua: Cinta Bertepuk Sebelah Tangan

Konflik Papua: Cinta Bertepuk Sebelah Tangan

Nasional
Para 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah serta Deretan Aset yang Disita

Para "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah serta Deretan Aset yang Disita

Nasional
Soal Kelas BPJS Dihapus, Menkes: Dulu 1 Kamar Isi 6-8 Orang, Sekarang 4

Soal Kelas BPJS Dihapus, Menkes: Dulu 1 Kamar Isi 6-8 Orang, Sekarang 4

Nasional
Babak Baru Kasus Vina Cirebon: Ciri-ciri 3 Buron Pembunuh Diungkap, Polri Turun Tangan

Babak Baru Kasus Vina Cirebon: Ciri-ciri 3 Buron Pembunuh Diungkap, Polri Turun Tangan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com