JAKARTA, KOMPAS.com - Pesta demokrasi selalu membuat suhu politik meningkat. Tak terkecuali menjelang Pilkada Serentak 2017 yang akan dilaksanakan 15 Februari 2017.
Tahun ini, sebanyak 101 wilayah yang terdiri dari 7 provinsi, 18 kota, dan 76 kabupaten mencari pemimpin terbaik untuk memajukan daerah masing-masing.
Sejumlah konflik terjadi antar-elite politik hingga akar rumput.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol Martinus Sitompul menganggap, kondisi ini merupakan hal lumrah.
Namun, tak boleh ada pemaksaan untuk memilih pemimpin yang dianggap layak.
Martinus meminta agar masyarakat pun menyudahi gesekan yang sempat terjadi agar pada hari H tidak terjadi gangguan keamanan yang mengganggu kelancaran pesta demokrasi.
"Pilkada ini adalah adalah bagian dari pesta rakyat. Pesta demokrasi kita yang hanya lima tahun sekali, yang artinya tidak terus-terusan kita melakukan satu perselisihan di antara satu dengan yang lain," ujar Martinus, di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Kamis (9/2/2017).
"Kita cukupkan sampai di sini perselisihan kita," lanjut dia.
Martinus meminta masyarakat menjalin kembali merajut silaturahim yang sempat merenggang karena perbedaan terkait Pilkada.
Ke depan, ia berharap masyarakat menerima apapun hasil pemilihan itu dan mendukung kepala daerah terpilih untuk membangun NKRI.
Martinus juga mengimbau agar masyarakat tidak menelan mentah-mentah informasi yang beredar, apalagi berita hoax.
Selama ini, berita hoax menjadi salah satu pemicu memanasnya konflik di tengah masyarakat.
Jika ragu dengan informasi tersebut, masyarakat sebaiknya tidak ikut menyebarkannya dan lebih selektif mencerna.
"Kalau itu (informasi hoax), terus-terusan kita dapatkan maka itu akan menjadi sebuah persepsi, sebuah kebenaran. Ini yang harus kita hindarkan," kata Martinus.
Tiga daerah dianggap rawan