JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komnas Perempuan Azriana Rambe Manalu mengatakan, Kementerian Dalam Negeri masih mengakomodasi peraturan daerah yang dinilai sebagian kalangan diskriminatif untuk diterapkan.
Perda itu, kata dia, memiliki potensi kriminalisasi terhadap perempuan.
"Perda diskriminatif untuk perempuan, kelompok minoritas, itu belum jadi agenda serius Kemendagri. Itu sangat tergantung kepada Kemendagri melihat itu penting atau tidak," kata Azriana di kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Rabu (8/2/2017).
Azriana menuturkan, Komnas Perempuan memberikan rekomendasi 389 perda yang dinilai diskriminatif kepada Kemendagri pada 2016.
Saat itu, Kemendagri ingin membatalkan perda yang dianggap bermasalah. Namun, ternyata tidak satu pun rekomendasi Komnas Perempuan diterima.
Sebanyak 3.143 Perda yang dibatalkan dianggap menghambat pertumbuhan ekonomi daerah dan memperpanjang jalur birokrasi.
(Baca juga: Kemendagri Tegaskan Pembatalan 3.143 Perda Sesuai Aturan)
"Ada daftar perda diskriminatif yang kami kasih itu ada 389 perda. Dari situ kami kira ada yang muncul satu atau dua ternyata tidak satupun," ucap Azriana.
Menurut Azriana, satu-satunya perda diskriminatif yang telah dibatalkan oleh pemda terjadi di Jawa Barat melalui Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 188.342/Kep.1354-Hukham/20015.
Putusan itu membatalkan beberapa ketentuan dari Peraturan Bupati Purwakarta Nomor 70.A tentang Desa Berbudaya.
Pasal 6 huruf i Peraturan Bupati Purwakarta menyebutkan anak usia sekolah dilarang berada di luar rumah lebih dari pukul 21.00 WIB.
Azriana menilai, peraturan itu memiliki potensi kriminalisasi terhadap perempuan.
"Konsep ketatanegaraan masih menomorduakan isu perempuan, bagaimana mau bilang tidak ada lagi angka kekerasan terhadap perempuan," ujar Azriana.