Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usul Mediasi dalam Penanganan Kasus Penistaan Agama Menuai Pro-Kontra

Kompas.com - 06/02/2017, 18:41 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Rapat dengar pendapat (RDP) Panitia Kerja KUHP Komisi III DPR dengan sejumlah tokoh agama dan pemerintah yang membahas tindak pidana terhadap agama dan kehidupan beragama menuai pro dan kontra.

Sebab, salah satu tokoh perwakilan agama mengusulkan agar penyelesaian tindak pidana tersebut diawali dengan proses mediasi.

"Kami harap proses penanganan kasus pidana ini bisa dilakukan mediasi lebih dahulu," ujar Yanto Jaya selaku perwakilan Parisada Hindu Dharma Indonedia, saat RDP di Ruang Rapat Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/2/2017).

Hal senada disampaikan oleh perwakilan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Agustinus Ulahayanan. Ia menilai semestinya penyelesaian kasus penistaan agama bisa diselesaikan lewat mediasi terlebih dahulu, sebelum masuk ke jalur hukum.

"Penyelesaian jangan cuma lewat jalur hukum mestinya. Bisa didahului mediasi karena negara kita kan menekankan persaudaraan," kata Agustinus.

Agustinus juga mengusulkan agar pelaporan kasus penistaan agama dilakukan oleh organisasi keagamaan masing-masing supaya tidak semua orang bisa dengan seenaknya melaporkan.

Dia mengkhawatirkan jika semua orang berhak melaporkan maka makna penistaan mengalami bias makna.

"Agama itu lembaga, bukan individu. Kalau pemeluk agama merasa dirugikan, datangi lembaganya, kalau perlu diadukan ya diadukan. Supaya tidak setiap orang tak seenaknya mengambil langkah tak jelas," ujar Agustinus.

Namun, masukan dari dua perwakilan umat beragama tadi ditolak oleh perwakilan dari pemerintah, Muladi, dan Wakil Ketua Komisi III DPR Benny Kabur Harman.

Muladi mengatakan, penistaan agama merupakan tindak pidana yang berat di Indonesia yang notabene negara yang religius.

"Pada dasarnya dalam pidana tidak dikenal istilah mediasi kecuali di peradilan anak. Ditambah melihat aspek religiusitas di masyarakat Indonesia itu tinggi, jadinya masuk pidana berat," kata Muladi.

Karena itu, kata Muladi, saksi ahli dalam kasus penistaan agama harus benar-benar bisa mempertanggungjawabkan pendapatnya.

Terlebih, Muladi menyampaikan, dalam sejarah kasus penistaan agama di Indonesia, belum pernah ada yang lolos dari jerat hukum.

Sedangkan Benny Harman menambahkan, memasukkan unsur mediasi dalam penyelesaian tindak pidana jelas suatu hal yang tidak memungkinkan. Menurut Benny, keduanya merupakan hal yang berbeda.

Ia menuturkan, agar tak menjadi bias dalam penindakannya, makna dan indator penistaan agama perlu didetailkan dalam bagian penjelasan pasal tersebut di KUHP baru.

"Bisa didetailkan nanti diindikator dalam bagian penjelasan. Misal, bisa dikatakan penistaan bila menghina dan menista simbol dari agama tersebut, nanti didetailkan lagi mana yang termasuk simbol," kata Benny.

Benny juga menolak usulan pelaporan penistaan agama diserahkan ke organisasi agama. Sebab, bisa berbeda-beda pula pandangan masing-masing organisasi dalam satu agama.

"Prinsipnya jangan sampai polisi menindak seseorang yang diduga menista agama karena desakan organisasi agama. Polisi harus menindak berdasarkan hukum positif negara, bukan karena tekanan masa, bukan karena organisasi," ujar Benny.

Kompas TV Ahok Jalani Sidang Ke-8 Dugaan Penodaan Agama
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com