Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Suap Hakim MK Berulang, Tiga Hal Ini Perlu Dibenahi

Kompas.com - 28/01/2017, 16:14 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki menilai kasus dugaan suap yang menimpa Hakim Konstitusi Patrialis Akbar merupakan momentum bagi Mahkamah Konsitusi (MK) untuk melakukan evaluasi menyeluruh lembaga itu.

Pertama, evaluasi perlu dilakukan berkaitan dengan mekanisme rekrutmen calon hakim konstitusi.

Saat ini, ia menilai syarat perekrutan hakim konstitusi yang tercantum pada Pasal 15 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK masih kerap terabaikan.

Pasal tersebut menyebutkan bahwa hakim konstitusi harus memenuhi syarat integritas, kepribadian yang tidak tercela, adil, serta seorang negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan.

(Baca: Tidak seperti SBY, Ini Cara Jokowi Angkat Hakim MK Pengganti Patrialis)

"Catatan ini diabaikan oleh tiga lembaga tempat lahirnya para hakim konstitusi, yaitu pemerintah, Mahkamah Agung dan DPR. Sebenarnya itu bisa dicerminkan ketika mekanismenya dilakukan. Banyak kan anak bangsa yang punya prasyarat ini," kata Suparman dalam sebuah acara diskusi di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (28/1/2017).

Kedua, perlu ada perubahan regulasi agar mekanisme penunjukan hakim konstitusi dari tiga lembaga tersebut seragam dan tidak diserahkan kepada masing-masing institusi.

"Dalam UU MK, mekanisme diserahkan kepada masing-masing lembaga pengusul. MA, DPR, Presiden. Itu menurut saya tidak tepat. Harus ada keseragaman mekanisme," tuturnya.

(Baca: MK Tak Akan Tinjau Putusan Uji Materi UU yang Ditangani Patrialis)

Ketiga, ia mengusulkan agar MK mengambil langkah internal untuk melakukan pengawasan secara lebih ketat. Tim tersebut menurutnya penting sebagai upaya pembenahan internal MK.

Suparman mengusulkan agar tim tersebut diisi oleh orang-orang yang memiliki kompetensi dan integritas serta gabungan dari unsur luar dan dalam MK.

Keempat, memperbaiki bidang administrasi peradilan. Usulan ini tak hanya ditujukan bagi MK namun juga bagi Mahkamah Agung. Sebab, sudah beberapa kali tenaga administrator ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akibat terlibat dalam jual-beli putusan.

"Puncaknya kemarin yang melibatkan sekretaris MA. Memperjualbelikan informasi putusan, dan sebagainya. Ini masalahnya terletak pada administrasi," tutur Suparman.

(Baca: Basuki Sebut Beri Uang ke Kamaludin untuk Patrialis Pergi Umrah)

Ia juga menyinggung salah satu barang bukti operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Patrialis Akbar, yaitu draf putusan perkara gugatan uji materi nomor 129/puu/XII/2015 terkait Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Padahal, draf putusan merupakan rahasia negara dan dalam kasus tersebut sudah bocor dari mahkamah yang derajatnya dianggap sama dengan konstitusi.

"Jadi apakah model administrasi peradilan kita tepat? Perlu dievaluasi juga. Jangan-jangan mekanisme yang sekarang dijalankan adalah mekanisme yang longgar dan berpotensi disalahgunakan oleh oknum-oknum," tutur dia.

Kompas TV Inilah Sosok Tersangka Hakim Konstitusi Patrialis
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com