Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polisi Diminta Netral Saat Usut Kasus Calon Kepala Daerah

Kompas.com - 26/01/2017, 11:12 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi III DPR Mulfachri Harahap meminta Polisi menjaga netralitasnya saat mengusut dugaan pidana yang melibatkan calon kepala daerah yang bertarung Pilkada 2017.

Mulfachri memaklumi langkah Polri saat ini memang tak sesuai dengan peraturan Kapolri (Perkap) yang dikeluarkan Kapolri sebelumnya, Jenderal Polisi (Purn) Badrodin Haiti.

Perkab itu mengatur penundaan penyelidikan terhadap calon kepala daerah pada masa Pilkada.

(baca: Ahok Diproses, Kapolri Instruksikan Usut Semua Kasus Peserta Pilkada)

Perka itu dikeluarkan Badrodin untuk menghindari politisasi saat proses penyelidikan berlangsung.

"Idealnya memang menggunakan Perkap itu untuk mencegah adanya politisasi, tapi Jakarta ini agak berbeda," kata Mulfachri saat dihubungi, Rabu (25/1/2017).

"Sebelumnya Polri telah memproses kasus dugaan penistaan agama salah satu calon, maka konsekuensinya kasus lain yang belakangan melibatkan calon lain juga mesti diusut," lanjut politisi PAN itu.

 

(Baca: Senyum yang Hilang dari Wajah Agus Ketika Ditanya soal Sylviana...)

Ia meminta Polri segera mengeluarkan hasil penyelidikan sesegera mungkin agar tak menimbulkan kecurigaan.

"Sampaikan apapun itu hasilnya agar tak mengundang kecurigaan dari masyarakat dan jaga netralitas agar suasana tetap kondusif," tutur Mulfachri.

Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian sebelumnya mengatakan, Polri terpaksa mengesampingkan Perkab yang menyatakan pengusutan kasus terhadap calon kepala daerah harus menunggu proses Pilkada selesai.

 

(baca: Bareskrim: Status Kasus Masjid Al-Fauz Naik ke Penyidikan)

Menurut Tito, kasus yang menjerat Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi referensi Polri untuk melanjutkan kasus-kasus lain yang menyeret peserta Pilkada.

"Kalau ini digulirkan, akan membawa konsekuensi. Siapa pun yang dilaporkan, semua dilaporkan sama, harus diproses," ujar Tito di Kompleks PTIK, Jakarta, Rabu (25/1/2017).

Padahal, Perkap tersebut diterbitkan agar tidak terjadi politisasi dan muncul kesan kriminalisasi dengan memanfaatkan penegakan hukum. Namun, karena desakan masyarakat yang kuat, Polri melanjutkan laporan itu.

Aksi saling lapor terhadap peserta Pilkada tak hanya terjadi di DKI Jakarta. Di daerah pun banyak ditemukan kasus serupa.

(baca: Bareskrim: Kasus Korupsi Bansos Kwarda Pramuka DKI Naik ke Penyidikan)

Tito mengatakan, kasus Ahok menjadi preseden untuk menindaklanjuti laporan tanpa harus menunggu Pilkada selesai.

"Jangan dihentikan prosesnya karena referensinya adalah kasus Ahok yang diajukan pada saat tahapan Pilkada. Yang otomatis membawa konsekuensi hukum asas equality before the law, semua sama di muka hukum. Tidak ada bedanya," kata Tito.

Kompas TV Polisi Masih Selidiki Dugaan Korupsi Masjid Al Fauz
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com