JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menyatakan, pihaknya terus berkoordinasi dengan TNI untuk mengembangkan penyidikan pada kasus korupsi di Badan Keamanan Laut (Bakamla).
"Ini kasus pertama yang ditangani KPK dengan koordinasi intensif dengan TNI. Dulu pernah ada kasus cek pelawat tapi langsung didistribusikan ke TNI," kata Febri saat diwawancarai di Kantor KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (19/12/2016).
Febri mengatakan, ada beberapa hal yang harus dipelajari oleh penyidik KPK, yakni terkait hukum acara pidana dalam militer.
Karena itu, saat ini KPK tengah menentukan bentuk koordinasi dengan TNI terkait mekanisme penyidikan dalam kasus korupsi di Bakamla, terutama jika diduga melibatkan personel TNI.
Adapun kewenangan KPK untuk mengkoordinasi penyidikan di ranah militer mengacu pada Pasal 42 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal itu berbunyi: "Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum".
"Saat ini KPK diberikan wewenang di Undang-undang KPK Pasal 42 tadi untuk kordinasikan dan kendalikan penyelidikan, peyidikan, dan penuntutan terhadap peradilan umum dan militer," ujar Febri.
"Kami masih pertimbangkan tepatnya seperti apa agar tetap solid sampai akhir, itu yang menjadi poin krusial," kata dia.
Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal TNI Gatot Nurmantyo mengatakan, ada prosedur pemeriksaan yang berlaku jika ada anggota TNI yang terlibat kasus pidana.
Hal ini dikatakan Gatot menanggapi dugaan adanya oknum tentara terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan monitoring satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla).
(Baca: Kata Panglima TNI soal Dugaan Keterlibatan Oknum Tentara dalam Kasus Bakamla)
"Jadi begini, prosedurnya apabila diperiksa maka nanti KPK akan koordinasikan antara penyidik (POM TNI) dengan penyidik (KPK). Nah (setelah itu) baru kami tindak lanjuti," ujar Gatot, di Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Jumat (16/12/2016).